• Korewa zombie desuka
We Are One We Are EXO :)

Eiffel Tower in Seoul Part 6


Part 6

Title            :  Eiffel Tower in Seoul
Author         :  Song Sang In
FB               :  Vini Happy Ajeng
Cast             :  Song Sang InKim Jong In, BakRa Couple
Cameo         :  Member EXO, Shin Min Hwa
Length         :  Series
Gendre        :  Romance, Little Angst
Rated          :  PG-17

Cerita ini hanya karangan belaka dan ASLI ciptaan author. Kalo ada kesamaan tempat dan karakter itu semua tidak sengaja.

Untuk semuanya mohon jadi pembaca yang baik yang pastinya harus meninggalkan jejak terlebih dahulu. Author ga bosen – bosennya buat ngingetin tentang ini.
SIDERnya banyak ini, tapi yang komen bisa diitung pake jari jadi JEBAAAALLL. Authornya jinak kok jadi ga bakal gigit kalo komenannya gimana2 karena komenan kalian juga sebagai penyemangat author.

Hargai kerja keras author yang bikin cerita ini sampe dibantuin begadang jadi NO PLAGIAT. Happy reading ^^

“Dirimu bagaikan bintang untukku. Kau dan bintang sama -  sama memberikan terang ke dalam kehidupanku, namun sayangnya aku tak dapat meraihmu karena jauhnya jarak yang memisahkan kita” -Song Sang In-

Previous Part..
“Arra, hanya dengan begini saja aku bisa merasakan hangat di tubuhku” jawabnya sambil memelukku dari belakang. “Bagaimana kau suka dengan hasil karya Jong In?” lanjutnya. “Tak buruk, aku harus mengakui kalau ini memang benar – benar daebak” ujarku seraya mengacungkan dua jempolku ke arahnya.

Eiffel Tower in Seoul Part 6..
“Sang In, bertemanlah denganku. Dunia keartisan benar – benar membuatku jenuh.  Eotthokae?” tanya Eunra antusias. Aku hanya tersenyum sambil mengganggukan kepala. “Apa yang sedang kalian bicarakan? Eoh? Yeojachinguku, jangan mau berteman dengannya” tukas Jong In padaku sambil tertawa. “Sudah hampir pagi, aku akan mengantarmu pulang. Kajja” lanjutnya, menghampiriku. “Yak Kim Jong In. Namja hitam mesum. Apa yang kau pikirkan tentangku? Bukan aku yang memberikan dampak negatif padanya, tapi kau. Hei kau, dengarkan aku. Kau mau pergi kemana? Aku belum selesai bicara. Dasar bocah gila” teriak Eunra yang sudah tak dihiraukan oleh Jong In. ‘Tunggu? Yeojachingu? Apa maksudnya dia menyebutku seperti itu?’ tanyaku dalam hati, sepertinya terdengar manis dengan dia menyebutku dengan panggilan itu.
“Bagaimana kalau eommaku bertanya tentang hal ini? Apa yang harus kulakukan?” tanyaku padanya di sela – selanya menyetir. “Apa perlu aku yang mengatakan semuanya pada eommamu?” dia malah mengembalikan sebuah pertanyaan untukku. ‘Ah, Min Hwa. Aku harus menghubunginya’ kataku dalam hati setelah mendapatkan ide tersebut. Tapi aku mengurungkannya karena aku masih sedikit bingung harus bersikap bagaimana dengan pengakuannya beberapa hari yang lalu. Baiklah, aku harus menghadapinya sendiri.

Setibanya di depan rumahku, “Itu namja yang bersamamu tempo hari, bukan?” tanya Kai. Aku melihat ke arahnya dan ternyata itu benar – benar Min Hwa. Dia menghampiriku sambil membawa tart kecil bertuliskan ‘Saengil chukkae Sang In’. “Tutup matamu untuk membuat permohonan kemudian tiup lilinnya”, sepertinya dia tak memperhatikan bahwa di sampingku berdiri seorang namja dengan rahangnya yang sudah mengeras karena ingin marah. Kai pergi begitu saja tanpa aku bisa menahannya. “Palli, tiup lilin” lanjutnya singkat. Aku segera menutup mata dan meniupnya. “Saengil chukkae Sang In” ujarnya sambil memelukku sekilas. “Gomawo, tapi apa yang kau lakukan disini?” tanyaku bingung. “Jelas ini untuk merayakan ulang tahunmu” jawabnya. Syukurlah, dia sudah menjadi Min Hwa yang aku kenal. Tapi aku merasa sedikit canggung ketika bersama dengannya sejak kejadian kemarin.
“Kajja, traktir aku minum banana milk” katanya.
“Kau mengigau? Bagaimana bisa kau ingin membeli banana milk di tengah malam seperti ini bahkan ini hampir pagi?” tanyaku sedikit geram.
“Tadaa. Aku sudah membelinya beberapa saat yang lalu” ujarnya. Aku melihatnya sambil tersenyum jengkel.
“Hei, bagaimana kabar Hana? Dia baik – baik saja? Aku sudah lama tak mendengar kabar tentangnya” giliranku untuk bertanya.
Dia hanya menggelengkan kepala, “Aku sudah memutuskannya” jawabnya singkat.
“Mwo? Bagaimana ini bisa terjadi? Apa yang kau lakukan? Eoh?” tanyaku shock.
“Kau benar. Pada saat awal aku bersamanya, aku mengatakan tidak mencintainya, kau menyuruhku untuk segera memutuskannya tapi aku tak mendengarkan kata - katamu. Ini baru saja menyadarkanku bahwa tindakanku ini benar – benar bodoh” jawabnya. “Sudahlah, ini bukan saatnya bersedih. Yang penting sekarang adalah merayakan ulang tahunmu” lanjutnya.
Aku memeluk tubuhnya sejenak dan mengajaknya pulang. Sepulangku di rumah, eomma sudah berada di depan pintu. “Apa yang kau lakukan keluar tengah malam seperti ini? Kau sedang bersama namja itu?” tanya eomma tiba – tiba setelah mendapati aku sampai di depan rumah. Terdapat penekanan dalam pembicaraan eomma pada bagian ‘namja itu’. Aku mengerti siapa namja itu. “Annyeong Dang Shi ahjumma. Miahnae, aku sudah mengajak Sang In keluar malam karena hanya untuk merayakan ulang tahun tanpa meminta ijin darimu” ujar Min Hwa. “Oh? Jadi kau bersama dengan Min Hwa, chagiya? Kenapa kau tak mengatakannya pada eomma? Sang In, saengil chukkae. Semoga Tuhan selalu bersamamu” ujar eommaku sambil mencium pipiku bergantian. “Baiklah kalau begitu, aku pulang dulu. Sampai jumpa besok Sang In” ujarnya. Aku hanya menganggukan kepala. “Kau tak ada sesuatu yang disembunyikan dari eomma, bukan?” tanya eomma sesaat setelah Min Hwa pergi dengan mobil mewahnya. Aku menggelengkan kepala.
“Sang In, makanlah sup rumput laut ini sebelum berangkat sekolah” teriak eomma dari ruang tengah. “Chagiya, waegurae? Kau sakit? Kau terlihat benar – benar pucat” tanya eomma langsung khawatir.
Aku mengambil cermin yang bertengger di dinding sebelahku berdiri, dan aku juga kaget melihat gambaran diriku yang benar – benar pucat, seperti orang mati. Pantas saja aku pucat seperti ini, aku baru ingat bahwa semalam aku tak mengistirahatkan tubuhku bahkan tak tidur setelah keluar semalaman. Aku sedang berpikir apakah aku menyukai namja mesum itu, namun aku sedikit bimbang dengan perasaanku. Sejenak memantapkan hati, aku segera merogoh ponselku dan “Jong In, bogoshipo. Saranghae J” ketikku singkat dan aku segera mencari nama namja itu. Pesan terkirim.

@Tempat Kediaman EXO, Seoul,  07.15 KST
Di waktu yang sama namun tempat yang berbeda, tengah tertidur dengan pulasnya seorang namja berambut hitam itu. ‘dreeett.. dreett..’ itu tanda bahwa ponselnya sedang menerima sebuah pesan. Dia mencari ponselnya yang berada di bawah selimut, dan dapat. Dengan malas dia membuka pesan, namun tiba – tiba dia membelalakkan mata seakan tak percaya dengan apa yang ada di depannya sekarang ”Hyung, cubit aku” ujarnya pada Dio yang sudah bangun dari tadi. “Aww, sakit hyung” teriaknya sambil memegang pipinya. “Kau menyuruhku untuk mencubit, maka aku melakukannya dengan baik” jawab Dio enteng.
“Selamat pagi semuanya” teriak Jong In sesampainya di meja makan yang sudah dipenuhi oleh member yang lain dan tak lupa sang manajer. Semua kaget terperangah sambil menolehkan kepala ke arah Kai.
“Apa yang kau minum pagi ini?” tanya Sehun.
“Kau baik – baik saja? Apa kepalamu terbentur?” sahut Baekhyun, meraba beberapa bagian kepala Kai.
“Yak, Jong In. Kemarilah” kata Dio. Dia memegang dahi Kai dan, “Badanmu tak demam. Tapi kenapa kau bertingkah seperti ini? Tadi di kamar kau juga memintaku untuk mencubitmu” lanjutnya.
“Sepertinya kau harus dibawa ke dokter, Jong In” sahut Kang Hyun sajangnim.
“Apa yang kalian pikirkan? Kalian pikir ada yang salah denganku pagi ini? Kalian benar – benar membuatku bersedih. Di saat aku ingin menjadi manusia normal, kalian tak mendukungku” jawabnya sambil mengoleskan cokelat di roti gandumnya. “Makanlah roti kalian. Bukankah kita sedang buru – buru karena kita akan segera berlatih untuk tour show kita?” lanjutnya.

Setibaku di rumah..
“Eomma, aku membawakan makanan kesukaan eomma. Ddukbokki, cobalah” kataku pada eomma.
“Sang In, mendekatlah kemari. Eomma ingin menceritakan sesuatu padamu, karena eomma rasa kamu sudah cukup dewasa untuk mengerti tentang hal ini” ujar eomma. Aku dapat merasakan kehati – hatian eomma dalam setiap pengucapannya.
“Waegurae eomma?” tanyaku.
“Eomma selalu bilang bahwa appamu meninggal pada saat kau masih dalam kandungan eomma, bukan? Sebenarnya appamu belum meninggal. Appamu pergi meninggalkan kita pada saat kau masih dalam kandungan eomma. Appamu berasal dari keluarga kaya, orang tua appa tentu tak merestui appa menikah dengan eomma yang hanya berasal dari keluarga miskin. Oleh karena itu, kami menikah secara sembunyi – sembunyi. Tapi setelah eomma mengandungmu, appamu hilang entah pergi kemana tanpa ada kabar. Maka dari itu Sang In, kau harus mengerti mengapa eomma melarangmu untuk akrab dengan namja itu, Kim Jong In. Eomma tak suka dengan keluarga kaya, eomma benar – benar tak mau kau mengenal orang – orang terpandang itu. Apa kau mengerti dengan yang eomma bicarakan?” jelas eomma dengan air mata yang telah mengalir.
Aku tak dapat mencerna apa yag baru saja diucapkan oleh eomma, tapi aku yakin saat ini detik ini juga aku merasakan sakit hati yang teramat dalam yang menusuk jauh ke dalam relung hatiku. Bahkan panggilan eomma pun tak mampu menyadarkanku bahwa aku masih harus berdiri untuk menghadapai permasalahan yang terjadi ini. Aku membuka rak kecil di samping tempat tidurku dan kulihat beberapa lembar foto appa sedang bersama eomma dan Sang Woo oppa. Mereka sedang tertawa bahagia. Kupeluk kedua lututku karena aku benar – benar sedang mengalami gemetar yang teramat dalam. ‘Jadi, appa tidak meninggal? Appa meninggalkan kami dan ini semua gara – gara aku akan lahir ke dunia ini?’ batinku meracau.
Tiba – tiba aku merasakan kamarku sedang bergoyang, aku masih dapat mendengar eomma beberapa kali memanggil namaku namun lama – kelamaan suaranya terdengar samar – samar, lalu kemudian aku tak tahu apa yang terjadi selanjutnya.

@Seoul International Hospital, Seoul, 22.00 KST
Aku dapat mencium aroma rumah sakit dengan sangat jelas yang tak pernah aku sukai, tapi aku belum ingin membuka mataku untuk mengetahui keberadaanku sekarang. Namun setidaknya aku masih bisa mendengar isak tangis dari perempuan paruh baya sambil sesekali memanggil namaku.

Beberapa saat kemudian aku mencoba membuka mataku perlahan – lahan. Aku mengedarkan pandanganku dan terlihat selang infus menusuk lengan kananku, di sebelah kiriku terlihat Min Hwa dengan wajah khawatirnya.
“Min Hwa, aku sudah tak sadarkan diri berapa hari?” tanyaku pada Min Hwa. Aneh, aku tak kuat untuk mengucapkan kata – kata dengan bahasa isyaratku.
“Kau tak sadarkan diri dalam 2 hari. Sudahlah Sang In, kau tak usah banyak bicara dulu. Kesehatanmu belum pulih. Aku akan panggilkan dokter” jawab Min Hwa sambil meninggalkanku.
Omo, aku merasakan tubuhku benar – benar lemas. ‘Apa yang sedang terjadi beberapa hari ini? Ah, aku masih ingat malam itu eomma menceritakan semua tentang appaku. Baiklah, ini bukan saatnya untuk memikirkan hal – hal itu. Aku harus menguatkan diriku dulu’  ujarku dalam hati.

“Bagaimana keadaanmu? Sudah merasa lebih baik?” tanya Min Hwa.
“Gwenchana, aku sangat baik. Eomma eodiya?” ujarku.
“Aku meminta eommamu untuk pulang saja karena sepertinya ahjumma kelihatan sedikit lelah” jelasnya. “Sang In, apa yang membuatmu seperti ini? Apa yang sudah terjadi?” lanjutnya.
“Anio, hanya saja beberapa hari terakhir ini memang aku sedikit kelelahan. Aish, bagaimana ini? Aku merayakan pergantian tahun baru untuk berada di rumah sakit. Yak Shin Min Hwa, bagaimana bisa kau membawaku ke rumah sakit seperti ini? Bahkan saat aku tak sadarpun aku dapat mencium kemewahan dari ruangan ini dan pasti tagihan rumah sakitku akan meledak” tukasku.
“Yak, berhentilah mengomel dasar pasien cerewet. Aku akan menemanimu disini, biarkan ahjumma bersama halmeoni dan harabeojiku untuk beberapa hari ini” jawab Min Hwa.

Aku tiba – tiba teringat akan sesosok namja yang beberapa hari ini aku tinggalkan karena aku tak sadarkan diri, Kim Jong In. ‘Bagaimana ini? Apa aku harus memberitahunya bahwa aku tengah tak berdaya di rumah sakit karena beberapa hari ini aku tak menghubunginya? Dia pasti khawatir” pikirku tak tentu. Sesaat aku menggumamkan namanya, pintu ruanganku ada yang mengetok dari luar, ‘tokk.. tokk.. tokk..’ secara refleks aku dan Min Hwa pun menoleh ke arah pintu itu dan terlihat sosok namja yang kehadirannya benar – benar aku inginkan untuk saat ini.
“Chagiya, bagaimana bisa kau tak memberitahuku kalau kau sedang berada disini?” tanyanya sambil membelai pucak kepalaku.
Aku bertanya balik padanya, “Bagaimana bisa aku mengabarimu kalau aku baru saja sadar dari pingsanku selama 2 hari ini?”.
“Arraseo, kau tak perlu bicara apa – apa” ungkapnya.
“Aku akan keluar sebentar” kata Min Hwa tiba – tiba.
“Ne, hati – hati” jawabku.
“Apa yang terjadi Sang In? Sampai – sampai kau harus dilarikan ke rumah sakit” tanyanya. Aku hanya diam, aku belum mau menceritakan tentang hal ini kepada Min Hwa maupun Kai.

“Sang In, ahjumma sedang dalam perjalanan kemari. Dan aku tahu kalau eommamu tak suka dengan namja ini” kata Min Hwa sambil menunjuk ke arah Kai.
Kai berbalik arah dan hendak memukul Min Hwa, dengan keadaan masih lemas aku memegang tangan Kai untuk mencegah keributan di ruangan ini. “Pergilah, ini bukan saat yang tepat untuk bertemu dengan eommaku” ujarku.
“Arra, aku akan menghubungimu. Saranghae” jawabnya sambil mencium bibirku dan itu benar – benar membuatku tak berkutik. Bagaimana mungkin dia menciumku di depan mata Min Hwa? Kulirik Min Hwa yang langsung memalingkan muka.

“Sang In, kau sudah sadar chagi? Bagaimana keadaanmu? Eomma langsung berangkat kemari setelah eomma ditelepon oleh Min Hwa dan dia mengatakan kalau  kau sudah sadar” kata eomma.
“Gwenchana eomma, jangan khawatir. Aku hanya terlewat lelah” jawabku. “Min Hwa jeongmal gomawo, sebaiknya kau pulang saja. Wajahmu terlihat sangat lelah. Kau belum tidur bukan selama beberapa hari ini?” tanya eommaku.
“Kenapa kau tak tidur? Siapa yang menyuruhmu untuk menjagaku berlama – lama?” tanyaku. Aku mencubit tangan kiri Min Hwa yang sedang memegang tanganku. Dia meringis kesakitan, “Bagaimana bisa seorang pasien bisa mencubit sekeras ini? Eoh? Tenang saja, aku merasa jauh lebih baik ketika kau sadar seperti ini” ujarnya.
Dokter mengatakan aku bisa dibawa pulang setelah keadaanku membaik. Min Hwa selalu mendampingiku untuk melakukan serangkaian tes kesehatan. Beberapa hari kemudian, aku sudah kembali ke rumah.
“Sang In, kau sudah kembali bersekolah? Kau benar – benar sudah merasa lebih baik?” tanya Han Jiwon dengan raut wajah khawatir.
“Yak Han Jiwon, aku tidak sakit parah hanya saja terlalu lelah. Ayo masuk, pagi ini Park Young sajangnim bukan? Aku tak mau kita dihukum karena terlambat masuk kelas” ujarku.
Beberapa saat kemudian...
“Song Sang In, kau dipanggil kepala sekolah karena katanya kau ada tamu” ujar Park Young saem.
Aku menghampiri kepala sekolah kami, Hoo Jin sajangnim dan seorang wanita yang berdandan sangat anggun. Pikiranku langsung was – was ketika wanita itu menoleh ke arahku, ‘Nyonya muda, apa yang dilakukan ibunya Kai disini?’ batinku melonjak. Tak perlu berlama – lama, aku membungkukkan diriku. “Sang In, duduklah. Aku tak ingin berlama – lama denganmu disini, ada beberapa hal penting yang harus saya katakan padamu. Mulai detik ini, jangan coba – coba berani mendekati anak saya. Anak saya tidak akan menyukaimu, dia hanya ingin bermain – main denganmu. Saya mengenal anak saya. Tak mungkin seorang Kim Jong In menyukai gadis sepertimu dan kau tak pantas dengannya. Ibumu masih bekerja di rumah karena saya masih mempunyai rasa kasihan pada kalian, tapi jangan pernah bermain api dengan saya” katanya. Nyonya Park Hye Jae pergi meninggalkan ruangan kepala sekolah. “Jangan lupa Hoo Jin saem, sampaikan padanya apa yang saya katakan tadi kepada anda. Saya yakin saya dapat mengandalkan anda” lanjutnya sebelum Nyonya Park benar – benar keluar dari ruangan ini.
“Sang In, saya hanya ingin menyampaikan beberapa hal, diantaranya jika kau masih mencoba mendekati anak Nyonya Park maka pihak sekolah akan mencabut segala beasiswa yang diberikan sekolah kepadamu” kata Hoo Jin sajangnim.
“Apa saem? Apa hubungannya beasiswa saya dengan masalah pribadi saya?” tanyaku.
“Sang In, Nyonya Park adalah satu – satunya investor terbaik sekolah kami. Kami tak ingin hanya karenamu beliau akan memberhentikan pemberian dana kepada sekolah ini. Mohon mengertilah Sang In” ungkapnya. “Arraseo, aku permisi keluar dulu” jawabku singkat. Aku menutup pintu dan seperti biasa air mataku keluar begitu saja. ‘Song Sang In, sejak kapan kau menjadi yeoja cengeng seperti ini?’ rengekku. Aku mengacak rambutku dan menghapus air mata secara kasar.

Sepulang sekolah..
Seorang namja berpakaian sangat rapi dan memakai kacamata hitam sedang duduk di kap mobilnya. Pandangannya menampakkan tak sabar menunggu seseorang. ‘brukk..’ aku menabrak tubuh Jiwon yang berhenti secara tiba – tiba. “Waegurae? Ada apa?” tanyaku. Dia tak menjawab hanya menunjuk ke satu arah dan mau tak mau membuatku melihat ke arah itu juga. Aku menutup mulut tanda tak percaya bahwa namja di depanku itu adalah Kim Jong In. Aku berlari ke arah yang berlawanan untuk menghindar darinya. Jiwon mengejarku, “Yak Sang In, kau kemana? Bukankah kau harus menemuinya dan bukannya dia kemari untuk menemuimu?” teriaknya.
“Ssttt, diamlah. Kau membuatnya mengetahui keberadaan kita" ujarku sambil menarik tangannya untuk berjongkok di tempat persembunyianku.
Dan seperti dugaanku, Kai mencari keberadaanku. Aku menarik tubuh Jiwon agar lebih merunduk. Tiba – tiba aku merasakan getaran ponselku. Aku mengambilnya dengan tampang shock namun ternyata kali ini hidupku terselamatkan karena ponselku tak mengeluarkan bunyi, ‘Fiuh, hampir saja dia tahu dimana aku berada sekarang’ batinku lega. Dia masih tak menyerah untuk mencariku. Dan aku juga tak menyerah untuk tetap bersembunyi walaupun akhirnya namja itu yang menyerah dan pergi dari hadapanku. Aku menghembuskan nafas lega tatkala aku tak melihat sosoknya lagi.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Kau bersembunyi darinya, ada apa?” tanya Jiwon keheranan.
Aku menceritakan apa yang terjadi tadi di sekolah ketika aku menemui ibunya Kai. “Omo omo, jadi investor utama sekolah ini adalah Shinhan Financial Group dan itu adalah perusahaan keluarga Kim Jong In, namja tampan dengan senyumnya yang menawan di EXO itu?” teriaknya tak percaya. Aku hanya menganggukan kepala. “Song Sang In, kau yeoja sangat beruntung. Ceritamu bagaikan cerita dongeng cinderella yang bertemu dengan pangeran kaya raya yang didambakannya” lanjutnya. Aku menjitak kepalanya, “Buang jauh – jauh khayalan gilamu itu. Kajja kita pulang, sepertinya dia sudah pergi”.


Bagaimana hubungan Sang In dan Jong In setelah ini? Apakah akan benar – benar berakhir?

0 komentar:

Posting Komentar

 

Eucliwood hellscythe Theme | Copyright © 2012 All About EXO, All Rights Reserved. Design by Djogzs, | Johanes djogan