• Korewa zombie desuka
We Are One We Are EXO :)

Eiffel Tower in Seoul Part 3


Part 3

Title            :  Eiffel Tower in Seoul
Author         :  Song Sang In
FB               :  Vini Happy Ajeng
Cast             :  Song Sang In, Kim Jong In, BaekRa Couple, Member EXO
Cameo         :  Shin Min Hwa, Yoon  Hana, Han Jiwon
Length         :  Series
Gendre        :  Romance, Little Angst
Rated        :  PG-17

Cerita ini hanya karangan belaka dan ASLI ciptaan author. Kalo ada kesamaan tempat dan karakter itu semua tidak sengaja.

Untuk semuanya mohon jadi pembaca yang baik yang pastinya harus meninggalkan jejak terlebih dahulu. Author ga bosen – bosennya buat ngingetin tentang ini.
SIDERnya banyak ini, tapi yang komen bisa diitung pake jari jadi JEBAAAALLL. Authornya jinak kok jadi ga bakal gigit kalo komenannya gimana2 karena komenan kalian juga sebagai penyemangat author.

Hargai kerja keras author yang bikin cerita ini sampe dibantuin begadang jadi NO PLAGIAT. Happy reading ^^

“Saatnya aku bangun dari mimpi indahku bertemu denganmu, aku akan selalu menyimpannya. Dan aku tak tahu apa rencana Tuhan yang akan diberikan kepadaku di keesokan hari” –Song Sang In-
“Sepertinya aku akan menemukanmu dalam takdirku. Dan mungkin kau memang takdirku, karena Tuhan tak akan pernah salah dalam menentukan jalanNya” –Kim Jong In-

Previous Part...
Kang Hyun sajangnim menghampiriku yang sedang membaca majalah. “Sang In, aku harap kau segera pergi sekarang juga dari sisi Kai. Kau tahu bukan, bagaimana reaksi paparazzi dan fans EXO kalau mereka tahu ada yeoja yang berada di dekat member EXO terlebih lagi Kai? Tentu itu juga akan mengancam keselamatanmu Sang In. Jadi kumohon untukmu segera kembali ke Korea” papar Kang Hyun sajangnim.

Eiffel Tower in Seoul Part 3..
Aku berpikir lebih jauh, memang benar suatu saat akan terjadi seperti yang digambarkan oleh manajer EXO itu. Para fans EXO, aku tak mau membayangkannya. “Ne, aku memang berencana untuk segera kembali ke Korea. Sampaikan pada Kai terima kasih atas bantuannya selama ini. Jeongmal gomawo” tulisku di notes. Aku menuju pintu keluar dan berjalan tanpa arah, entahlah aku tak tahu harus pergi kemana. ‘Aigoo, Sang In kau benar – benar yeoja pelupa yang sangat parah. Bagaimana bisa kau pergi dalam keadaan koper beserta paspormu ada di apartemen Kai’ runtukku.

Di halte pemberhentian bus kota, aku memberanikan diri untuk meminjam ponsel orang yang tengah duduk di sebelahku. “Excusme miss, may I borrow your ponsel please? My ponsel was lost last night” pintaku kepadanya lewat sebuah kertas. “Oh yeah, of course. Here” sambutnya sambil menyerahkan ponselnya. Aku segera membuka SNSku dan mengirim sebuah pesan pada Shin Min Hwa yang berisi “Aku berada di Paris, ponselku hilang semalam. Aku tak bisa kemana – mana. Kalau kau berada di Paris dan sempat, tolong segera hubungi aku lewat SNS saja” tulisku.

Di lain tempat, gegap gempita penampilan EXO berakhir juga yang bertempat di  Cité de la Musique. Kai tergesa – gesa menuju ruang ganti EXO, dia mengedarkan pandangan seakan mencari sesuatu yang tak ada disitu, “Kemana Sang In?” tanyanya pada Kang Hyun sajangnim. “Oh, Sang In bilang dia akan segera kembali ke Korea. Baru beberapa saat yang lalu dia pergi dari tempat ini” jawab Kang Hyun. “Pabo..” kata Kai lagi, singkat. Kai langsung lari menuju tempat parkir mobilnya. “Yakk, Kim Jong In. Kau mau kemana? Sebentar lagi akan ada konferensi pers dengan media Eropa. Yakk Kim Jong In! Awas kau sampai berani keluar dari tempat ini!” bentak manajernya. Tapi percuma, dia sudah pergi tak tahu kemana.

Dia menancap gas dalam – dalam seakan dia akan terlambat untuk pergi ke tempat tujuannya. Dia mengedarkan pandangan ke kanan ke kiri hanya untuk mencari keberadaanku. Setelah beberapa jalanan dikelilingi olehnya, Kai mengerem secara mendadak karena sepertinya dia melihat sosok yang sedari tadi ia cari. Aku berdiri tepat di bawah halte Rue Boissy d’Anglas. Dia menutup pintu mobilnya kasar dan langsung menghampiriku.
“Yakk Song Sang In, apa yang ingin kau lakukan dengan pergi tanpa pamit seperti ini? Memangnya kau akan pergi kemana? Dengar – dengar kau ingin kembali ke Korea? Eoh? Tanpa paspor? Kau benar – benar menggelikan. Sang In, kau rupanya senang membuat aku menderita seperti ini? Aish..” omel Kai tanpa henti – hentinya.
Saat aku ingin menjawab, Kai berucap lagi “Kau, harus ikut denganku kembali ke apartemen sampai kau mendapatkan paspormu. Setelah itu, kau boleh pergi sesuka hatimu”. Dia menarik tanganku kasar untuk masuk ke dalam mobilnya.
Kang Hyun memegang kepala, malam itu dia memang benar – benar pusing seakan kepalanya akan pecah memikirkan satu member EXO yang satu itu siapa lagi kalau bukan Kai.

Di mobil, aku memberanikan diri untuk bertanya, “Kau, darimana kau tahu aku sedang berada di tempat tadi?” tulisku di notes. Namun sayang, dia sama sekali tak menjawab. Sesampai di apartemen, seluruh member EXO memperlihatkan wajahnya yang bingung, terlebih lagi Kang Hyun sajangnim. ‘Bagaimana dia bisa menemukan Sang In?’ mungkin itu yang berada di benak semua orang ini. “Masuklah ke dalam kamar. Cepat tidur” katanya padaku sedikit memerintah.

Setelah keadaan sudah membaik, aku memberanikan diri untuk meminjam ponsel Kai. “Hei, bolehkah aku pinjam ponselmu sebentar saja? Aku tadi menghubungi temanku dan memintanya untuk menjemputku. Aku memintanya membalas kirimanku setelah dia membaca itu” kataku. Wajah Kai seketika itu langsung menegang, tapi sepertinya aku tak menyadari. “Nugu?” tanyanya singkat. “Kau tak perlu tahu itu. Aku pinjam. Palli..” balasku sedikit memaksa. “Andwe, aku masih sibuk menggunakan ponselku” kata Kai. Aku segera menyobek sebuah kertas dari notesku, dan menuliskan “YOU’RE STINGY!”. Aku masuk ke dalam kamarku dengan wajah sebal, diam – diam Kai menoleh ke arahku sambil tersenyum.

Di keesokan paginya, aku mendengar samar – samar suara burung berkicau tapi sepertinya aku enggan untuk membuka kedua mataku. Di depan pintu kamarku, Kai masuk ke dalam kamar secara mengendap – endap. “Bangun gadis suka tidur, palli...” teriaknya sambil menarik selimutku. Aku langsung memaksa mataku untuk terbuka. ‘Aigoo, Kai kauuuu...’ teriak batinku. “Bangunlah, aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Bangun dan segera mandi” katanya tak sabar. Aku mengerucutkan bibirku seakan – akan ingin memprotes kelakuannya pagi ini. “Bisakah kau membangunkanku dengan cara yang lebih sopan?” tulisku di kertas sambil mendorongnya keluar dari kamarku.

‘tin.. tinn.. tinnn.....’ klakson mobil Kai berbunyi kencang, dia tak sabar menungguku keluar dari apartemennya. Aku memelototkan mata padanya untuk berdemo, ‘Bisakah kau tak seperti ini?’. Di tengah perjalanan, “Sang In, ajarkan aku bahasa isyarat yang biasa kau gunakan itu” kata Kai. “Wae? Kenapa kau ingin aku mengajarimu bahasa isyarat?” tanyaku. “Alasanku satu – satunya adalah jika di kemudian hari aku bertemu dengan orang bisu lagi maka itu tak akan merepotkanku sejauh ini” katanya mengejek. Alasan itu bukan alasan yang benar – benar keluar dari hati Kai. Dia ingin belajar bahasa isyarat karena dia ingin mengerti hati Sang In dan juga agar Sang In tak kerepotan untuk menulis terus menerus apa yang ingin dikatakannya. Aku mengajari Kai secara telaten, sepertinya dia cepat mengerti dengan apa yang aku ajarkan. Kai tersenyum setelah melihatku sekilas tapi dengan segera ia sembunyikan. Tiba di tempat tujuan, ternyata Kai mengajakku ke Museum Louvre. Cantik sekali museum itu, aku berdiri diantara bangunan. Kai mengambil beberapa fotoku disana. “Yakk.. kau!” telunjukku mengacung ke arah Kai. Kai memperlihatkan senyum smirk-nya.

Setelah aku berjalan mengelilingi museum ini, aku duduk di bangku yang tak jauh dari Museum Louvre ini. Tiba – tiba, “Song Sang In. Sang In-ssi” teriak seseorang dari arah yang jauh. Aku mencari sumber suara itu, ‘Sepertinya aku mengenal suara itu. Suara seorang namja, tapi siapa dia?’ batinku. Dari kejauhan terlihat Min Hwa sedang memanggilku dan melambaikan tangan dan segera berlari ke arahku serta langsung memelukku. Aku terdiam beberapa saat. “Sang In, gwenchana? Bagaimana semua ini bisa terjadi? Aku baru pagi ini melihat SNS dan membaca kirimanmu. Aku mengkhawatirkanmu” katanya dan jelas raut wajahnya benar – benar khawatir sekarang. Seketika itu, Kai langsung bersikap berbeda. Dia bersikap seperti pada saat pertama kali kami bertemu. Pandangan jahatnya itu. Dia segera beranjak pergi dan menghilang secepat mungkin. “Gwenchana, aku baik – baik saja. Aku bersyukur sekali bertemu dengamu” kataku. Aku melihat ke sekitar untuk mencari namja yang tadi bersamaku itu. “Kau sedang mencari siapa?” tanya Min Hwa singkat. “Anio, lupakan Kajja kita pergi” ajakku.

Min Hwa mengajakku ke rumahnya, tapi sepertinya ada yang janggal. Omo, “Koperku yang berisi paspor masih tertinggal di apartemennya” kataku pada Min Hwa. “Apartemennya siapa? Kalau begitu, sekarang saja kita ambil” katanya. “Tapi aku tak mengerti alamatnya”. Jawabku. “Nugu?” tanya Min Hwa. “Kai, kai EXO. Beberapa hari ini aku tinggal bersama EXO. Tapi aku tak tahu alamatnya” ujarku enggan.
Min Hwa dengan cepat mengetikkan nama namja itu dan alamat apartemennya tertulis disana. ‘Apartement Renaissance Paris Arc de Triômphe - 39 avenue de Wagram, Paris, 75017 Perancis’. Min Hwa tersenyum puas dan melajukan mobilnya ke alamat itu. Tepat, itu apartemen yang mereka tinggali. Aku dan Min Hwa turun dari mobil dan berada di depan pintu apartemen itu, Baekhyun membukakan pintu dan “Oh, kau rupanya Sang In. Masuklah” ujarnya sambil tersenyum. “Ne gomawo. Aku kemari ingin mengambil koperku” ujarku, Min Hwa menerjemahkan kepada Baekhyun. “Ah, sepertinya kopermu dibawa masuk sendiri ke kamarnya. Kau ambil saja ke sana” kata Baekhyun lagi. “Kau tunggulah disini bersama namja satu itu, aku segera kembali. Aku hanya mengambil koperku dan berpamitan pada Kai” ujarku pada Min Hwa.

Aku menuju kamar Kai yang paling pojok, aku mengetuk beberapa kali namun tak ada jawaban. Aku memberanikan diri untuk membuka langsung kamarnya. Dari dalam, terdengar musik yang terdengar kencang sekali. Ada Kai di atas kasurnya. Aku melihat koperku berada di samping kasurnya. “Kai, aku kemari bermaksud untuk mengambil koperku sekaligus ingin berpamitan denganmu. Aku juga ingin mengucapkan banyak terima kasih karena kau sangat membantuku selama aku disini. Jeongmal gomawo-yo. Tenang saja, mulai detik ini aku tidak akan mengganggumu karena aku akan segera kembali ke Korea. Sebaiknya kau jagalah kesehatanmu. Kau seorang artis, bukannya kau harus menjaga keadaanmu? Eoh? Jangan buat Kang Hyun sajangnim memikirkan sesuatu yang berat, terutama kau. Arra?” kataku dengan mata berkaca – kaca.
Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Kai. “Kai, bicaralah. Jangan kau diamkan aku seperti ini. Aku tak akan tenang untuk kembali ke Korea kalau kau bersikap seperti ini kepadaku. Jebal..” aku memohon pada Kai. “Pergilah” katanya singkat. “Oh, arraseo. Selamat tinggal” kataku untuk yang terakhir kali. Aku mengambil koperku dan menutup pintunya.

Beberapa saat kemudian...
Kai berlari ke luar apartemen untuk mencari seseorang. “Yak, kau mau kemana? Mencari Sang In? Sepertinya dia sudah pergi jauh” ujar Baekhyun sesaat melihat Kai terburu  - buru keluar dari kamarnya. Memang benar kata Baekhyun kalau aku sudah pergi jauh dari penglihatannya dan tak akan pernah mengganggunya lagi.

@Aéroport Paris-Charles de Gaulle, 07.30 AM
Setiba di bandara, aku dan Min Hwa melakukan check in dan segera masuk ke dalam pesawat. Pesawat yang aku tumpangi siap lepas landas. Tiba – tiba, sosok Kai melintas dalam benakku. ‘Apa yang aku pikirkan? Bagaimana bisa bayangan namja itu muncul di otakku?’ gumamku tak jelas. Aku memukul kepalaku seraya membatin ‘Pergi kau dari pikiranku. Aww..’. Min Hwa melihat ke arahku dan bertanya, “Sang In, gwenchana?”. Aku meringis, “Anio, gwenchana”.
“Ceritakan padaku, kronologimu selama di Paris” kata Min Hwa.
“Panjang, kita tiba di Korea pun tak akan selesai ceritanya” gurauku.
“Tak masalah, ceritakan. Palli..” jawab Min Hwa dengan sedikit mendesak.

Akhirnya aku menceritakan dari awal aku bertemu dengan oppa, EXO, dan semuanya. Tak beberapa lama setelah bercerita panjang lebar, aku lelah dan itu membuatku tertidur. Sebelum aku tertidur, sepertinya Min Hwa sedang membaca buku ‘Sherlock Holmes’ nya tapi kalau sekarang aku tak tahu apa yang sedang dilakukannya.

@Incheon Airport, 13.00 KST
“Yakk, putri tidur. Kau akan tidur sampai kapan? Kita sudah sampai Korea. Bangunlah” kata Min Hwa sambil membelai puncak kepalaku dengan lembut.
“Eoh? Sudah sampai? Berapa lama aku tidur? Sampai – sampai aku tak sadar kalau kita sudah tiba di Korea” tanyaku masih belum sadar.
“Song Sang In, putri tidur sejak kecil. Kalau tak ada kebakaran, kau pasti tak akan bangun” goda Min Hwa. “Iissh, kau..” kataku seraya menjitak kepalanya. “Aww, kau gila” jawabnya sambil memegang kepalanya yang kujitak tadi. Aku menyusul Min Hwa yang telah turun terlebih dulu. ‘Omo, bahagianya aku sudah berada disini’ senyumku bahagia. “Yak, kau jangan pasang muka seperti itu. Orang melihatmu seakan – akan kau sudah didepak dari Korea dan kembali ke sini setelah berpuluh – puluh tahun lamanya” goda Min Hwa. “Kau mau aku jitak lagi? Eoh?” tanyaku padanya, geram.
“Kauu, SHIN MIN HWA!” teriak yeojachingu sahabatku ini. “Bisa – bisanya kau berselingkuh di belakangku dengannya? Dengan gadis ini? Jangan – jangan kau sering seperti ini? Kau pasti akan mati di tanganku. Dan kau Song Sang In, iisshh aku geram setiap melihatmu. Rasanya aku ingin menelanmu hidup – hidup” omel Hana sambil menunjuk ke arah wajahku.
‘Astaga di hari pertama aku menginjakkan kaki di Korea, aku bertemu dengan Yoon Hana. Yeoja menyeramkan milik Shin Min Hwa ini. Sepertinya mereka memang pasangan yang cocok’ aku hanya bisa menggeleng – gelengkan kepala. “Sebaiknya aku pulang sendiri, aku tak ingin pulang bersama kalian yang ada nanti di media tersiar kabar bahwa terdapat pembunuhan gadis bisu oleh yeoja yang menyeramkan ini” kataku pada Min Hwa. Dia hanya tersenyum. “Apa katanya?” bentak Hana pada Min Hwa. Dan Min Hwa menerjemahkan apa yang aku katakan.
Aku segera pergi berlari sebelum aku benar – benar dibunuh olehnya. Setibanya di depan rumah nyonya muda, aku langsung masuk melewati pekarangannya yang luas dan melalui pintu belakang khusus untuk pembantu. “Eommaaa...” ujarku. “Song Sang In” jawab eommaku dengan wajah kaget bercampur bahagianya. “Duduklah dulu disini, eomma ambilkan minum. Bagaimana kabarmu Sang In? Kenapa kau tak menghubungi eomma kalau kau kembali hari ini? Kemarin eomma meneleponmu tapi tak aktif? Waegurae?” tanya eomma beruntun.
Aku meneggak habis isi dari gelas yang eomma berikan padaku tadi. “Ponselku hilang pada saat aku di Paris eomma” jawabku sambil tersenyum. “Mwo? Bagaimana bisa hilang? Apa yang sedang terjadi? Kau tak apa – apa? Eoh?” tanya eomma, pastinya dengan raut wajahnya yang khawatir. “Anio, gwenchana. Tenang saja, aku baik – baik saja eomma. Nanti aku akan menabung dan membeli ponsel baru” balasku. “Bagaimana kabar oppamu? Eomma juga menelepon Sang Woo tapi tak aktif. Ada apa dengan kalian?” tanya eomma lagi.
Saat aku akan menceritakan semuanya pada eomma, tiba – tiba nyonya muda masuk ke dapur. “Ahjumma, siapa dia?” tanyanya pada eommaku. “Nyonya muda, perkenalkan ini anak perempuanku, namanya Song Sang In” jawab eomma. “Sang In, ini nyonya muda yang biasanya eomma ceritakan padamu. Ayo beri salam” suruh eomma padaku. Aku sedikit membungkukkan badan seraya tersenyum. “Mianhnae nyonya, anakku ini menderita bisu. Jadi tidak dapat membalas perkataan anda” ujar eomma sambil tersenyum ke arahku juga bergantian ke arah nyonya muda. “Oh, arraseo. Mianhnae ahjumma, aku tak tahu kalau anakmu...” ujar nyonya muda sedikit bergumam. “Tolong siapkan makan siang, tuan besar dan nenek sihir itu akan segera pulang” kata nyonya muda lagi sambil tersenyum ke arahku.
“Eomma, aku akan menceritakannya padamu di rumah, arra?” ajakku. Eomma hanya menjawabnya dengan anggukan. Selagi aku melamunkan sesuatu yang yang aku sendiri tak tahu sedang memikirkan apa, eommaku menepuk pundakku pelan, “Chagi-ya, kau tak ingin pulang? Apa kau tak lelah?” tanya eomma.
“Ne. Pekerjaan eomma sudah selesai? Kajja kita pulang” ajakku.

Di perjalanan menuju rumahku, aku menikmati indahnya Korea. ‘Korea, aku merindukanmu. Aku tak tenang pergi ke Paris meninggalkanmu kemarin’ gumamku sambil tersenyum. “Waeyo chagi? Kelihatannya kau bahagia? Ada apa?” tanya eomma. “Anio. Eomma, aku ingin beli es krim. Kita beli dulu,  Eotthokae?” rayuku pada eomma. Aku segera menarik tangan eomma sebelum eomma setuju untuk menuruti permintaanku. Selagi aku menikmati es krim, eomma bertanya padaku “Bagaimana Sang Woo oppa?”. Seketika itu, rasa inginku akan es krim ini hilang. Aku tak tahu apa yang harus aku jelaskan pada eommaku tentang ini. ‘Bagaimana ini? Eotthokae?’ batinku.
Aku memberanikan diri dengan menceritakan semuanya pada eomma, tak ada yang aku tutup – tutupi dari eomma. Aku bercerita dari awal mula aku mencari oppa di alamat yang diberikan kepadaku hingga ke tempat tinggalnya. Dan akhirnya eomma mengetahui semuanya. Eomma diam lama sekali, aku bingung bagaimana ini. Apa yang akan terjadi?
“Eomma...” panggilku pada eomma sambil menyentuh tangannya.
“Mwo?” jawab eomma singkat.
“Gwenchana? Ibu tak apa? Kita pulang sekarang. Kajja” ajakku.

Di jalan, eomma hanya diam saja. ‘Tuhan, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Apa aku salah karena menceritakan semua kejadian selama aku di Paris?’ gumamku gusar. Eomma tak mengajakku berbicara sama sekali. Setiba di rumah, eomma langsung masuk kamarnya tanpa bicara padaku. Aku ingin menyusul eomma ke kamarnya namun kuurungkan niatku, aku segera masuk ke kamarku sendiri.

Keesokan paginya, aku memberanikan diri untuk menyapa eommaku, “Selamat pagi eomma” kataku sambil tersenyum. “Selamat pagi chagi. Apa tidurmu nyenyak semalam?” jawab eomma. ‘Ternyata eomma sudah lebih baik sekarang’ kataku dalam hati. “Nyenyak eomma, sangat nyenyak. Aku tak bisa tidur selama disana jadi semalam adalah salah satu malam terindahku” jawabku lagi. Sesaat eomma terdiam, apa aku salah bicara lagi? “Kajja kita sarapan, nanti kau terlambat ke sekolah. Palli...” ajak eomma padaku.
Sesampaiku di gerbang sekolah, aku dapat melihat semua anak – anak seperti menggosipkan hal besar saja, ‘Ramai sekali’ pikirku. Jiwon menepuk pundakku dari belakang, “Kau, Song Sang In. Bagaimana bisa kau datang ke sekolah dengan wajah seperti itu? Eoh? Kau tak merasa bersalah setelah kau tak pernah menghubungiku selama di Paris? Dan aku menghubungimu tapi nyatanya nomormu tak aktif. Aish, anak ini benar – benar membuatku khawatir saja. Palli jawab pertanyaanku” cecar Jiwon sedikit mengancam.
“Pelan – pelan saja kalau kau ingin bertanya, dan juga kau harus mengambil nafas di sela – sela bicaramu. Ponselku sudah berpindah tangan dan tak tahu dimana aku harus menemukannya. Tapi aku sudah di depanmu, aku baik – baik saja” jawabku.
Pada saat jam istirahat, aku melihat ke sekeliling sepertinya mereka masih membicarakan entah apa sejak dari tadi pagi itu. “Jiwon-ah, aku perhatikan sejak tadi pagi sampai sekarang sepertinya ada sesuatu yang besar untuk dibicarakan. Waegurae?” tanyaku padanya. “Ah, kau tak tahu? Kami mendapat kabar bahwa salah satu boyband di negeri ini akan membuat video klip disini, di sekolah kita tercinta. Keren bukan?” katanya penuh antusias. “Nugu?” tanyaku singkat. “EXO, kau tau EXO bukan? Jangan bilang kau tak tahu mereka. Yak Sang In, selama kau di Paris tak pernah bertemu dengan EXO? Karena aku dengar – dengar beberapa hari terakhir ini mereka sedang berada di Paris” kata Jiwon.

‘deg..’ wajahku langsung berubah detik itu juga, namun aku cepat – cepat mengganti ekspresi wajahku agar Jiwon tak tahu apa yang terjadi kemarin, “Anio, aku pergi ke sana bukan untuk bersenang – senang. Aku mencari Sang Woo oppa” jelasku. “Arra arra. Ngomong- ngomong, kau sudah bertemu oppamu? Bagaimana keadaanya?” tanya Jiwon lagi. “Shireo, aku tak mau menceritakannya padamu. Nanti saja setelah aku sedikit tenang, aku akan menceritakan semuanya kepadamu” kataku.
‘Omo, EXO akan syuting video klip di sekolahku? Apa yang akan aku lakukan menghadapi mereka terutama KAI?’ batinku kembali bergejolak.
Sepertinya berita kedatangan EXO di sekolah kami benar adanya. Kepala sekolah kami, Hoo Jin sajangnim mengumpulkan semua murid dan memberitahukan bahwa EXO akan segera datang setelah perjalanan mereka dari Paris. Hoo Jin sajangnim menghimbau kami dapat bekerjasama membantu proses kelancaran pembuatan video klip tersebut. Aku berdecak geli, tapi kalau dipikir – pikir ada benarnya juga Hoo Jin sajangnim menyuruh kami melakukan ini semua. Ini juga akan menyangkut prestige sekolah kami. Semua orang juga tahu bahwa EXO adalah salah satu boy band yang tengah naik daun dan patut diperhitungkan dalam mencapai kesuksesannya. ‘Fans – fans mereka pasti akan berjubel hanya untuk melihat mereka’  batinku.

@Daeil Foreign Language High School Yard, Seoul, 09.00 KST
Hari yang ditunggu semua murid pun akhirnya datang juga. Aku bisa melihat, kesibukan para kru yang sudah datang jauh – jauh hari untuk mempersiapkan segalanya. Tak selang beberapa lama, rombongan EXO pun datang. Aku segera berlari untuk menghindari mereka, aku takut mereka masih mengingatku dan akan sangat mengancam kehidupanku jika mereka berhasil mengenaliku lagi. Aku tak bisa membayangkan bagaimana reaksi semua yeoja – yeoja di sampingku. Aku bergidik ngeri melihat mereka.

Kulihat dari kejauhan satu per satu dari mereka memasuki sekolah kami. Kedatangan mereka dimulai dari Suho sang ledaer, Kris, Xiumin, si Maknae Sehun, D.O, Lay, Luhan, Chen, Tao, si Happy Virus Chanyeol. Kulihat Kai lama sekali, dia sedang tersenyum ramah pada penggemarnya. ‘Dia bisa tersenyum seperti itu pada mereka. Tapi padaku? Berbicara sopan saja tidak, apalagi tersenyum. Sebegitu menyusahkan kah diriku untuknya?’  ungkapku dalam hati, sedih.

Oh, dan terakhir kulihat Baekhyun tengah menggandeng yeoja berparas cantik dan seksi. Choi Eun Ra, dia juga merupakan artis multi talenta. Yeoja berlesung pipit itu bisa bernyanyi dan juga berakting. Dan sejauh yang aku tahu, dia sedang menyiapkan konser tunggalnya untuk ‘Go International’. Semua member EXO menyapa para fans dan yeoja – yeoja yang mengitari mereka dengan senyum ramah.
Mereka mulai melakukan pembuatan video. Aku tak memperhatikan mereka lagi. EXO sedang menggarap single barunya yang berjudul ‘Growl’. Growl adalah salah satu lagu wajib bagiku untuk didengarkan. Aku mengedarkan pandangan mencari chinguku yang berada di tengah lautan para EXOTIC, ya siapa lagi kalau bukan Han Jiwon. Aku menyerah mencari orang satu ini, paling – paling dia sedang menikmati paras tampan dari setiap member EXO. Aku sedikit melirik ke arah mereka, kulihat Choi Eun Ra sedang duduk santai sambil sesekali memandang mesra ke arah namjachingunya, tentu saja Baekhyun. Aku keluar dari persembunyianku dengan berjalan mengendap – endap dan menuju taman belakang sekolahku.
“Song Sang In” teriak Jiwon.
“Yak kau! Bisakah kau tak berteriak – teriak seperti itu? Memangnya kau sedang hidup di tengah hutan? Eoh?” jawabku sambil mencubit tangannya.
“Sang In, sakit. Kau kemana saja eoh? Aku mencarimu kemana – mana. Dan ternyata kau berada disini” ujar Jiwon sambil meringis kesakitan karena cubitanku tadi.
“Aku disini saja dari tadi. Kau sendiri darimana saja? Aku tak melihat kau sama sekali” tanyaku balik kepadanya.
“Kita sudah boleh pulang bukan? Kajja, kita ambil tas dan pulang” ajakku tanpa menunggu jawaban darinya.
Di sepanjang perjalananku menuju kelas, aku berdoa agar tak bertemu dengan mereka. “Kau tahu, mereka benar – benar daebak. Bahkan kalau aku diberi jempol lebih oleh Tuhan, aku akan mempersembahkan semuanya untuk mereka” kata Jiwon seraya mengacungkan kedua jempolnya ke arahku. Aku hanya diam saja. Aku belum ingin menceritakan apapun selama aku di Paris kepada Jiwon. Aku berani bertaruh, dia pasti akan menceritakan itu semua ke media sekolah.

Saat aku berada di gerbang sekolah, “Song Sang In” panggil seseorang di belakangku. Aku membalikkan tubuhku bermaksud untuk melihat siapa gerangan yang memanggilku itu.
‘Hah? Dia?’ gumamku.
Ternyata pemilik suara yang memanggilku tadi adalah Kai. Kai berjalan ke arahku, aku dapat merasakan semua orang di sekelilingku sedang melihat ke arah kami. Semua terpana memandang kami, tak terkecuali Jiwon. Jiwon kaget setengah mati melihat Kai memanggilku dan lebih – lebih namja itu sedang berjalan ke arahku. Setibanya Kai di depanku, aku hanya memandangnya saja. Dia melihatku juga dan langsung menarik tanganku untuk masuk ke dalam mobilnya. Semua yeoja – yeoja itu berteriak histeris bahkan ada yang mnjerit dalam tangisnya.
“Yak kau! Apa yang kau lakukan? Tidakkah kau melihat dampak apa yang akan terjadi terhadapku setelah semua orang bahkan media menyorot tajam ke arah kita? Eoh? Kau benar – benar ingin membuatku mati saja” kataku frustasi.
Kai hanya diam saja sambil melihat ke arahku. Di luar Kang Hyun sajangnim berteriak sambil menggedor kaca mobilnya, “Kai, keluar kau. Apa yang kau lakukan dengan yeoja itu? Buka pintunya sekarang juga”.
Dia menyalakan mesin mobilnya dan menancap gas untuk pergi sekarang juga dari tempat ini. Dia tak berbicara sepatah katapun dan aku juga bingung untuk berbicara apa. Setibanya di pinggir pantai, dia memperlambat mobilnya. Dia turun dari mobilnya dan memandang jauh ke arah laut. Aku ikut turun dari mobil dan duduk di sampingnya.
“Kau” katanya sambil menghadapkan tubuhku agar sejajar berhadapan dengannya. “Tak bisakah kau menungguku sebentar saja memberiku kesempatan untuk menjelaskan semua yang ada di pikiranmu itu? Kau benar – benar pergi setelah aku menyuruhmu keluar dari kamarku?” jelasnya.
Aku mengangkat bahu seakan aku mengatakan ‘Aku tak mengerti dengan apa yang kau maksud’.
“Dengar Sang In, aku menyuruhmu untuk segera pergi bukan berarti kau harus menuruti apa yang aku minta padamu. Kau malah tak memberiku kabar sama sekali bahwa kau sudah pulang ke Korea atau belum. Dan aku bertemu denganmu disini tapi kau malah berusaha menghindar dariku. Tak tahukah kau kalau aku benar – benar sangat bahagia bertemu denganmu?” ungkap Kai.
“Dan tak tahukah kau, apa yang akan terjadi setelah kau secara terang – terangan menghampiriku seolah aku teman lamamu?” akhirnya aku angkat bicara sambil menyingkirkan kedua tangannya dari pundakku. Kai langsung diam. “Mianhnae. Kau benar – benar tak mau menghubungiku?” katanya mengalihkan pembicaraan. “Yak, kau lupa? Ponselku hilang sewaktu di Paris bukan?” kataku sambil menjitak kepalanya. “Kau, berani – beraninya menjitak kepalaku” ujar Kai sambil membalas menjitak kepalaku. Aku meringis kesakitan. Dia berjalan masuk ke dalam mobilnya, entah apa yang dia lakukan. “Ini, bawa ponselku” katanya sambil menyerahkan ponselnya di tanganku. “Mwo? Apa ini?” tanyaku. Kai tak menghiraukan pertanyaanku, dia mengirim nomornya ke ponsel yang tengah aku pegang. Aku ikut mengintip ponsel milik namja tampan itu. Dan aku melihat sosok yang tak asing bagiku, ya itu fotoku sedang terpampang jelas di layar ponselnya. “Yak Kim Jong In, kau mengambil fotoku secara diam – diam bukan waktu kita berada di Museum Louvre? Kemarikan ponselmu, enak saja mengambil foto orang lain tanpa meminta ijin kepada yang punya” kataku sambil menarik ponselnya. Kai yang tengah lengah sehingga memudahkanku untuk mengambil ponsel itu. “Kau, apa yang kau lakukan? Berani – beraninya juga kau mengambil ponsel yang bukan milikmu? Kembalikan tidak?” katanya setengah berteriak. Aku yang sudah berlari terlebih dahulu, menoleh ke arahnya sambil menjulurkan lidah. “Kau benar – benar ingin bermain denganku? Baiklah” katanya sambil mengejarku.

Di tengah – tengah pelarianku, secara tak sengaja aku menginjak tali sepatuku yang memang tak kuikat karena aku tak suka mengikat tali sepatu, lebih tepatnya bukan tak suka tapi tak bisa. Aku tersungkur ke depan dan secara refleks kupejamkan mata karena aku tak membayangkan apabila terjatuh di jalanan beraspal ini. Namun, aku tak merasakan kerasnya jalan ini. Pada saatu aku membuka mata aku melihat namja berperawakan cool tengah menangkap tubuhku agar tak terjatuh. Tangan kirinya memegang tubuhku dari belakang dan tangan kanannya menangkap ponselnya yang juga tengah melayang bebas di udara. Dia memberikan senyum khasnya, senyum smirk-nya. Aku segera bangkit dari posisiku yang tidak mengenakkan ini. Namun dengan sigap dia menarik serta membalikkan tubuhku sehingga aku berada di posisiku semula. Dia semakin mendekatkan tubuhnya untuk menempel ke tubuhku, ‘Omo, apa – apaan ini? Apa yang sedang dia lakukan?’ batinku. Tubuhnya semakin mendekat dan ide bagus muncul di otakku, aku berencana membenturkan kepalaku ke kepalanya dengan maksud agar dia melepaskan pelukannya. Namun sial, dia terlebih dahulu menempelkan bibirnya ke bibirku. Dan dengan ditemani tenggelamnya matahari di sore ini, dia menciumku. Aku berusaha mendorong tubuhnya agar menjauh dariku tapi ternyata dia makin mempersempit jarak antara kami. Setelah beberapa saat, dia mengakhiri ciuman kami. Aku berdiri dengan memegang bibirku yang sudah basah dicium olehnya. “Bagaimana kau tidak bisa mengikat tali sepatumu sendiri? Eoh?” tanyanya. Kai berjongkok di kakiku untuk mengikat tali sepatuku. “Berkacalah, pipimu berwarna merah segar seperti tomat. Rasanya ingin sekali aku menggigit tomat ini” ujarnya sambil mencubit kedua pipiku.
“Kau, bisakah kau tak mencuri cium dariku? Kau sudah dua kali menciumku secara tiba – tiba” kataku dan aku merasakan gurat merah di pipiku semakin memerah.
“Oh, jadi kau akan mengijinkanku untuk menciummu jika aku ijin terlebih dahulu padamu?” tanyanya sambil tertawa menang.
“Bukan begitu maksudku. Ah, sudahlah. Aku tak ingin berbicara denganmu” ujarku seraya pergi meninggalkan Kai sendiri.
Benda kotak di saku jas seragamku bergetar, aku mengambil dan menjawab teleponnya. “Kau mau kemana? Bukankah kau bingung untuk mencari alasan apa setelah seorang namja tampan sepertiku menghampiri serta mengajakmu masuk di dalam mobil tadi siang? Tak mengertikah kau bagaimana perasaan mereka dan apa yang akan mereka lakukan padamu?” gerutu namja yang sedang meneleponku dan juga yang tengah berada di belakangku. Aku menoleh padanya dan mematikan telepon itu seraya berjalan balik ke arahnya sambil menundukkan kepala karena kesal.
“Akhirnya kau kembali ke sisiku juga. Aku berjanji aku akan menemanimu untuk menghadapi mereka. Arraseo?” ujarnya sambil menggenggam jemari tanganku. “Arraseo” kataku sambil tersenyum padanya. “Baru kali ini kau tersenyum tulus padaku” balasnya. Aku membalikkan tubuh untuk masuk ke dalam mobilnya namun dia menarik tanganku dan memeluk tubuhku. Dia menyandarkan kepalaku ke dalam dadanya yang bidang. Aku ragu – ragu untuk membalas pelukannya namun akhirnya aku meletakkan kedua tanganku di tubuhnya.


Next part...
Dia mempererat pelukannya. Aku juga tak tahu, kenapa aku bisa membalas pelukannya. Setelah kami berpelukan, aku mendorong tubuhnya “Kajja kita pulang. Asal kau tahu, hari ini aku membolos bekerja. Aku harap kau mau mengganti kerugianku” ujarku.

Apakah mereka akan berbaikan seperti ini selamanya? Lalu, apa yang akan dilakukan Sang In untuk menghadapi murid satu sekolah di keesokan hari setelah mendapat kekacauan akibat perbuatan Kai?

0 komentar:

Posting Komentar

 

Eucliwood hellscythe Theme | Copyright © 2012 All About EXO, All Rights Reserved. Design by Djogzs, | Johanes djogan