Part
2
Title
: Eiffel Tower in Seoul
Author :
Song Sang In
FB
: Vini Happy Ajeng
Cast
: Song
Sang In,
Kim Jong In, members EXO
Length
:
Series
Gendre
:
Romance, Little Angst
Rated : PG-17
Cerita ini hanya karangan belaka dan ASLI ciptaan author. Kalo ada kesamaan tempat dan karakter itu
semua tidak sengaja.
Untuk semuanya mohon jadi pembaca yang baik
yang pastinya harus meninggalkan jejak terlebih dahulu. Author ga bosen – bosennya buat ngingetin tentang ini.
SIDERnya banyak ini, tapi yang komen bisa diitung pake jari jadi JEBAAAALLL. Authornya
jinak kok jadi ga bakal
gigit kalo komenannya gimana2 karena komenan kalian juga sebagai penyemangat
author.
Hargai kerja keras author yang bikin cerita
ini sampe dibantuin begadang
jadi NO
PLAGIAT. Happy
reading ^^
“Aku merasa senang
berada di dekatmu, orang yang selama ini aku harapkan. Namun ternyata kau tak
merasakan apa yang kurasakan sekarang” –Song Sang
In-
Previous
Part..
Aku langsung masuk ke dalam
bandara dan melakukan check-in. Setidaknya ini awal perjalananku ke luar
negeri. Aku tersenyum, aku tak dapat membayangkan bagaimana aku bertemu dengan
oppa. Tak lama kemudian, aku terlelap dalam mimpi panjangku. Aku berdoa dalam
hati semoga mimpi indahku untuk bertemu oppa akan benar – benar terjadi.
Eiffel Tower in Seoul Part 2..
@Aéroport Paris-Charles de
Gaulle, Paris,
08.34 AM
Setibaku di bandara negara
bagian Eropa ini, aku mengendorkan ototku yang terasa pegal. Sembari turun dari
pesawat, aku mulai gelisah. Apa yang harus kulakukan. Aku harus kemana. Aku semakin
bingung, tak pernah aku merasakan hal semacam ini. Aku diam sejenak sekedar
untuk melepas kegelisahan. Aku tersenyum dan kembali bersemangat.
Aku telusuri jalan sepanjang
bandara ini, cantik sekali gumamku. Aku mencoba menelepon nomor Sang Woo oppa,
tak ada jawaban. ‘Kemana oppaku ini?
Nomornya tak aktif’ batinku. Omo, kau selalu membuatku gelisah
oppa. Aku sudah berada di depan bandara dan siap
mencari bus atau entah apa namanya disini. Aku tak mungkin menaiki taksi
karena pasti akan
sangat mahal. Aku mencari seseorang dan segera bertanya.
“Excusme sir, can you help me?”
tulisku di notes kecil yang kubawa.
“What?” jawabnya tulus.
“If I wanna
go to this place, which one the bus I have to?” tanyaku sambil menunjukkan alamat yang tertera di
notesku.
“Ah, you have to ride the city bus
that way. It was a city bus” jawabnya sambil menunjuk ke arah
bus kota. “Where do you go?
Where do you come from?”
tanyanya lagi.
“I see. I wanna go
to visit my brother and I come from South Korea. Then you'll excuse
me, thanks for your help”
jelasku. Pria itu hanya membalas dengan senyuman.
Aku segera menaiki bus kota yang dimaksud oleh pria tadi. Sepanjang perjalanan, aku sengaja menikmati pemandangan yang sangat indah. Aku mengambil beberapa foto disini. Omo, aku lupa. Aku belum menghubungi eommaku, pasti eomma khawatir dengan keadaanku. Dengan segera aku menekan tombol angka ‘1’ yang langsung menghubungkan ke nomor eommaku.
“Annyeong Sang In, eotthokae? Kau sekarang berada dimana chagi?” tanya eomma.
Aku baru sadar, kata – kata ini
belum ada dalam settingan ponselku. “Eomma, aku tutup dulu teleponnya. Aku sms
eomma saja” kataku singkat dan dengan segera mematikan sambungan teleponku.
“Annyeong eomma. Aku sudah
keluar bandara. Mianhnae, ponselku
belum ada settingan untuk aku di luar negeri jadi tidak ada kata – kata untuk
ini. Sekarang aku menuju alamat
Sang Won oppa menggunakan bus kota. Tapi kenapa nomor oppa tak aktif eomma?”
tanyaku pada eomma sekaligus mengetikkannya di ponsel.
“Ne, eomma mengerti chagi.
Syukurlah kau sudah sampai disana. Entahlah, eomma rasa nomor oppamu tak pernah
ganti. Tetap
seperti yang biasa oppa telepon kita. Wae? Tak dapat dihubungi?” tanya eomma.
“Anio eomma, aku juga tak tahu. Tapi
tak apa, aku akan
langsung menuju alamat yang diberikan oppa kepada kita. Bagaimana keadaan eomma
disana? Eomma sudah berada di rumah nyonya muda bukan?” tanyaku balik.
“Ne, eomma sudah berada di rumah
nyonya muda” balas eomma. “Arraseo, nanti aku akan menghubungimu lagi. Jaga
kesehatan ya eomma, saranghae” jawabku.
Bus kota yang aku tumpangi berhenti di depan sebuah tempat, entah aku tak mengerti tempat apa ini. Aku mengedarkan pandangan ke sekelilingku, kulihat layar besar yang menampilkan beberapa namja tampan yang tak asing bagiku, EXO. ‘Aku jauh – jauh datang ke sini tapi bertemu juga dengan EXO’ batinku. Kubaca lebih jauh, mereka akan tampil lusa. Aku melihat sosok salah satu namja diantara para member, KAI. Namja itu memang istimewa. Kapan aku bisa bertemu dengannya secara langsung.
“Sang In, singkirkan pikiran bodohmu
itu. Yeoja pabo,
mimpi pun kau tak akan kesampaian bertemu dengannya’. Aku kembali ke alam
sadarku dan
tersenyum, aku melanjutkan langkahku memasuki tempat yang seharusnya menjadi
tujuan utamaku.
Gelap, itu kesan pertamaku pada tempat ini.
Sepertinya aku
tak akan bersahabat dengan tempat ini. Sebuah ruangan yang hanya diterangi
lampu kerlap –
kerlip, itupun tak seberapa terang. Aku mencari sosok yang mungkin aku kenal,
aku melihat ke segala sudut ruanga. Nihil. Aku ingin membalikkan
badanku namun sepertinya
aku melihat sosok yang kucari. Dia sedang duduk di sebuah sudut meja bersama
beberapa yeoja yang sangat cantik. Aku membawa langkahku mendekati namja itu
untuk memastikan apakah dia orang yang kucari.
“Sang Won oppa” panggilku dalam
hati sambil menyentuh pundak namja itu.
Namja itu menoleh, kaget
terlihat jelas dalam wajahnya. “Song Sang In” panggilnya.
Benar, dia oppaku. Sang Won oppa
langsung menarikku ke tempat lain. Aku jelas merasakan pandangan aneh yang
diberikan oleh yeoja – yeoja bertubuh seksi itu. Tuhan, jika Engkau memberiku
kesempatan untuk aku berbicara, berikan kesempatan itu pada
detik ini juga Tuhan. Apa yang sedang dilakukan oleh
kakak laki – lakiku ini?
“Apa yang kau lakukan disini?”
bentak oppa.
Aku sedikit mundur, “Oppa
sendiri apa yang sedang oppa lakukan disini? Bukankah kau mengatakan akan mengurus
kelulusanmu? Siapa
yeoja – yeoja itu oppa? Jebal jelaskan padaku apa yang sedang terjadi sekarang”
pintaku, aku hampir meneteskan air mata.
“Kau tak perlu tahu apa yang
sedang aku lakukan. Yang aku inginkan sekarang, mana uang dari eomma? Give it
to me” ujar
oppa.
“Andwe, kau tak boleh mengambil
uang ini. Kau tak pernah tahu bagaimana kerja kerasku dan eomma selama ini
untuk mengumpulkan uang itu” jawabku. Air mataku sudah tak dapat dibendung
lagi. Aku menangis.
“Tapi sayangnya, aku tak mau tahu
semua usahamu dan eomma untuk mendapatkan uang ini. Palli berikan!” bentak Sang
Won oppa.
Oppa tak sabar hingga membongkar
koperku dan membuat isinya tercecer berantakan di lantai. Oppa belum menemukan
apa yang diinginkannya, oppa masih membongkar paksa semua isi koperku. Matanya
berbinar – binar saat melihat sebuah amplop berwarna putih bertengger di dalam
koper, dengan segera oppa mengambilnya.
“Oppa, jebal oppa. Jangan kau
lakukan ini padaku dan eomma” ujarku seraya air mata terus mengalir deras dari kedua
mataku sehingga
orang di sekitar memandang bingung kepada kami. Aku tak peduli.
Omo, aku tak betah dengan
keadaan ini. Tuhan, kenapa Kau biarkan oppa melakukan ini padaku? Kenapa Kau
membuat aku bisu seperti ini sehingga aku tak bisa berteriak untuk meminta
bantuan orang lain? Yang bisa aku lakukan sekarang adalah hanya menangis.
Oppa berlari meninggalkanku. Tak
menyerah sampai disana saja, aku berusaha mengejar oppa dan berteriak memanggil
nama oppa hanya dalam hati saja. Tapi, tetap saja aku tak dapat mengejarnya.
Sang Won oppa entah telah menghilang kemana. Aku hanya bisa melihat ke segala
penjuru, barangkali menemukan oppaku tapi hasilnya nihil. Aku duduk terdiam di
trotoar jalan dan hanya bisa meratapi nasibku, menangis. Ya hanya itu yang bisa
kulakukan sekarang. Omo, apa yang harus aku katakan pada eomma nanti.
Pada saat aku menunduk, seseorang menghampiriku dan memegang pundakku. Aku mendongakkan kepala untuk melihat siapa yang menghampiriku. Namun, setelah aku melihat ke arahnya, aku kaget hingga memundurkan diri beberapa langkah. Astaga, apakah aku sedang berada dalam mimpi? Mimpi pun sepertinya aku masih tak percaya, karena Suho sang leader EXO yang berada tepat di depan wajahku.
“Are you okay?” tanyanya.
Aku masih terpaku di tempatku
seakan tegurannya pun tak membuat aku sadar bahwa ini adalah kenyataan.
Kenyataan bahwa Suho berada di depanku. Setelah beberapa detik kemudian, aku
kembali ke alam sadarku dan benar – benar mendapati Suho sedang duduk jongkok
menghadapku.
“Anio, gwenchana” kataku buru –
buru. Aku terdiam beberapa saat melihat wajah Suho merasa kebingungan. ‘Sang In, lagi – lagi kau yeoja pabo. Namja ini mana mengerti dengan bahasa
isyarat yang kau tunjukkan padanya? Tulis di notes kecilmu’ aku mengejek diriku sendiri.
“Anio, gwenchana. Gomawo” tulisku di notesku.
“Ah, kau dari Korea juga? Kau
tak mengenalku eoh? Bagaimana kalau kau masuk
ke dalam untuk sedikit menenangkan
dirimu? Sepertinya
kau sedang mengalami masalah” tawar Suho. Aku hanya menjawab dengan anggukan.
Dia membantuku berdiri sambil
membawakan
tas kecilku.
Keadaan di dalam tempat itu sudah kembali tenang, kulihat koperku masih
tergeletak berantakan dengan isinya yang berhamburan keluar. Aku segera duduk di bawah untuk memasukkan
semua isi koperku.
Setelah beres, aku duduk di kursi yang ditawarkan oleh Suho. ‘Sepertinya ada seseorang yang menatapku
tajam dari balik punggungku’ gumamku. Aku memberanikan menoleh ke arahnya,
namun sayang karena keadaaan sangat gelap maka aku tak dapat melihat sosok itu.
Siapakah dia?’ batinku gusar.
“Ini minum dulu” kata Suho
seraya menawarkan segelas minuman untukku. Aku mencium bau dari isi gelas
tersebut, astaga ini alkohol. Aku menuliskan di notesku. “Aku tak minum alkohol. Kalau
ada, air mineral
yang biasa saja”. Suho tersenyum seakan mengerti maksudku dan mengganti minuman
itu.
Setelah aku yakin minuman itu tak beralkohol, aku
meminumnya. Aku sedikit tenang. “Wae? Kalau boleh tahu, tadi ada ribut – ribut
apa? Namja itu siapa?” tanya Suho beruntun.
“Dia oppaku. Aku jauh – jauh
dari Korea hanya untuk menemuinya
dan memberikan sesuatu kepadanya karena dia bilang pada eomma bahwa dia akan segera
lulus kuliah dan ingin memulai bisnis baru,
tapi ternyata dia...” jawabku, aku ingin menangis lagi. Aku tak sanggup
melanjutkan kata – kataku.
“Arra, aku mengerti. Baiklah,
apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Suho.
“Sebenarnya aku ingin menemui
Sang Woo oppa di rumahnya, tapi aku tak tahu alamatnya. Jadi aku sekarang juga
tak tahu apa yang harus kulakukan” tulisku, frustasi.
“Serahkan padaku” jawab Suho
sambil meninggalkanku sendiri. Aku tak tahu apa maksudnya tapi semoga dia bisa
membantuku. Aku memegang ponselku, aku bingung apakah aku harus menghubungi
eoma dan menceritakan apa yang sedang terjadi disini, aku mengurungkan niatku.
Lagi – lagi, aku memandang ke arah dimana seseorang sedang menatapku di balik
kegelapan disana. Aku bermaksud untuk
menghampirinya
namun Suho datang menghampiriku.
“Ini alamat rumah oppamu”
katanya. “Kau, kau mendapatkan alamat ini darimana?” tanyaku bingung pada Suho.
“Aku mendapatkannya dari teman oppamu yang sekaligus temanku juga. Apakah kau
mau aku mengantarmu?” tanya Suho. Bersamaan dengan pertanyaan
itu meluncur keluar dari bibir Suho,
sosok yang berada di balik kegelapan tiba – tiba menghampiri kami,
menghampiriku. Aku menoleh ke arahnya, dan terperanga tak percaya siapa yang
menghampiriku. Kai, namja itu berjalan santai ke arah aku dan Suho duduk.
“Andwe, kau tak boleh mengantar
gadis yang tak kau kenal ini. Lagipula kau disini bukan untuk hal – hal macam
itu” kata Kai, angkuh.
“Anio, dia benar, kau tak perlu
mengantarkanku. Aku akan mencari alamat ini sendiri. Kau juga sudah membantuku,
gomawo. Aku permisi dulu” jawabku sambil membungkuk hormat kepada mereka.
Belum sempat Suho mengucapkan
sepatah katapun, aku langsung berhambur keluar dari tempat itu. Aku duduk di
seberang jalan sambil melihat alamat itu, aku harus kemana lagi dengan alamat
ini. Aku menoleh ke kanan ke kiri sepertinya tak ada bus kota yang lewat.
Otakku buntu, sembari menunggu mukjizat dari Tuhan, aku mengotak – atik ponselku
untuk menambahkan settingan jawab secara otomatis agar aku lebih mudah dalam
menghubungi.
Tiba – tiba, “Apa yang akan kau
lakukan? Kau mau kemana?” tanya seseorang padaku. Sepertinya suara seorang
namja, pikirku. Namun
aku belum berniat mencari sumber suara itu. Baru beberapa saat kemudian, aku
mendongak dan astaga ternyata namja itu lagi, KAI.
Wajahku gugup. “Apa yang akan kau
lakukan? Apa hanya dengan melihat alamat itu maka kau akan sampai di depan
alamat itu?” tanya Kai.
“Anio, hanya saja aku bingung
apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku baru hari ini ke luar negeri dan juga
ke negara ini sehingga aku sama sekali tidak tahu aku harus bagaimana” ulasku
di notes dengan wajah paboku.
“Pabo..” gumamnya, ‘Mwo? Dia mengatakan pabo? Iishh, kau namja
pabo’. “Kajja ikut aku” katanya lagi sambil menarik tanganku. Aku bergantian
yang menarik tangannya untuk menghentikan
langkah kami,
dan menulis “Kita mau kemana? Memangnya kau tahu kemana tujuan kita
sekarang?”.
“Aku mengerti dan kau tak usah
banyak menulis” katanya sedikit membentak, kemudian menarik kasar kertas yang ada di tanganku.
Aku menuruti kemauannya,
kami memasuki mobil sport miliknya yang berwarna hitam dan melaju sangat
kencang. Dengan segera aku memasangkan sabuk pengaman di tubuhku. Aku tak
percaya, aku duduk di samping seorang artis ang sedang digandrungi yeoja –
yeoja di seluruh penjuru dunia. Aku juga tak tahu harus berbicara apa karena
dia menyuruhku untuk tidak banyak menulis.
“Siapa namamu?” tanya Kai, tiba
– tiba bertanya seperti itu padaku. Aku diam saja, tak menulis tak melakukan
apapun. “Yak, kau tak mengerti kata – kataku? Eoh?” tanyanya lagi dengan nada
lebih tinggi. Aku tak tahan dengan bentakkannya, “Bukannya kau yang menyuruhku
untuk tetap diam saja tanpa menulis? Song Sang In” tulisku singkat. Aku akan
membalas perbuatannya, “Siapa namamu?”. “Yak, kau! Kau tak mengenal namja keren
dan tampan seperti
aku? Eoh? Aish, gadis ini benar – benar menyebalkan”. Akhirnya aku diam dalam
senyum.
Aku tepat berada di depan alamat yang tertulis di kertas itu. Aku hanya memandanginya dari luar. Aku segera turun dari mobil namja sok itu. Aku berjalan menuju depan pintu rumah itu. Namun tiba – tiba, “Kau tidak berniat mengucapkan terima kasih sama sekali kepada orang yang telah membantumu ini?”. Seakan aku tersadar, aku langsung membalikkan badan seraya tersenyum dan membungkuk badan ke arahnya.
‘tok..tok..tok..’ aku mencoba mengetuk pintu di hadapanku ini. Suara mobil pergi menjauh. Pintu terbuka dan astaga, kulihat gadis berpakaian seksi yang hanya menutupi beberapa bagian tubuhnya saja. ‘Omo, siapa lagi yeoja ini? Apakah dia istri oppa?’ batinku, aku melihatnya penuh rasa tak percaya. “Who are you?” tanya gadis di depanku dengan nada sinis. Aku segera memperkenalkan diriku, “Hi, I’m Song Sang In. Sang Woo’s sister”. Gadis itu hanya diam saja. “Who’s it outside?” terdengar suara laki – laki dari dalam rumah. Laki – laki itu keluar dan melihat serta bertanya padaku, “Are you Song Sang In? Sang Woo’s sister? Right?”. Aku menjawab dengan anggukan. “Ah, come in. Please come in. I’m Jonathan, your brother’s friend. You can call me Jonath” katanya lagi.
Aku masuk ke dalam rumah itu. Omo, hal pertama yang aku lihat dari rumah ini yaitu berantakan. Botol – botol minuman keras, puntung rokok berserakan dimana – mana. Astaga, apakah ini hal yang dikerjakan oleh oppaku selama ini? Jonath menyuguhkanku minuman, aku mencium baunya dan itu air putih. Aku meminumnya seteguk dan aku bertanya padanya, “Where’s my brother? I don’t see him here”. “I don’t know exactly, where’s he now. I’m looking for him too. I never saw him since 3 days ago”. “What? I met him in a place while ago before I go to here”.
Aku frustasi, aku segera pergi
dari rumah itu. Itu tidak bisa disebut rumah, tempat seperti itu bagaimana bisa
dibilang rumah. Ponselku mendendangkan lagu ‘EXO – Angel’, aku segera mengambil
teleponku. Aku juga mendengar ada deru suara mobil di belakangku. Aku tak
menghiraukannya, yang aku hiraukan hanyalah eommaku yang sedang meneleponku saat
ini juga.
Aku segera menjawab telepon eommaku, aku tak ingin membuatnya khawatir. Aku berusaha menenangkan suaraku agar tak terdengar gugup. “Annyeong eomma”jawabku singkat.
“Chagi-ya, bagaimana keadaanmu
disana? Kau sudah bertemu dengan Sang Woo oppa? Apa katanya?” tanya eommaku
runtun.
“Tenang eomma, aku sudah berada
di rumah Sang Woo oppa. Tadi aku dari tempat kerjanya dan sekarang aku sudah
berada di rumah bersamanya” kataku berbohong.
“Syukurlah,
bagaimana kabar kakakmu?
Eotthokae?” tanya ibu lagi,
antusias.
“Kakak baik
– baik saja. Dia sekarang sedang keluar untuk mengurus beberapa keperluan untuk
wisudanya. Nanti setelah Sang Woo oppa datang, aku akan menyuruhnya untuk
menghubungi eomma.
Eomma, sudah dulu ya. Aku tutup telepon eomma dulu, nanti aku telepon eomma
lagi. Arra?” jawabku.
“Arra, salam dari eomma untuk
oppa” jawab eomma singkat. ‘bipp..’ ponselku sudah mati. Aku masih belum
tersadar kalau mobil tadi membuntut di belakangku. Ah, aku berbohong pada
eomma. Eomma, mianhnae. Jeongmal mianhnae, aku tak tahu harus berkata
apa, jadi kuputuskan untuk berbohong karena aku tak mungkin mengatakan yang
sebenarnya
padamu eomma. Aku berjalan sambil menunduk.
“Kauu..” bentak seseorang di
belakangku.
Aku menolehkan kepala ke
belakang, “Kau?” aku hanya menunjuk ke arahnya.
“Kau malah balik menunjukku.
Wae? Apa yang kau lakukan di luar sini? Bukannya kau sudah bertemu dengan
oppamu?" tanyanya sambil tetap berada di dalam mobilnya.
“Anio” tulisku singkat di notes.
“Lalu, kau mau kemana?” tanyanya lagi. “Entahlah, mungkin aku akan mencari
motel yang murah dan aku berniat segera pulang ke Korea”. “Kau akan pulang secepat itu? Kau tak akan berusaha mencari
oppamu?” tanyanya. “Anio,
Aku akan segera pulang. Aku tak mau bertemu oppa lagi”. “Bagus kalau begitu,
aku pergi sekarang” lanjutnya dan langsung memutar balik mobil dan hilang di
tengah malam.
‘Kemana
dia pergi? Rupanya
dia sudah pergi, bagus dan aku sekarang mencari apa – apa sendiri. Sang In, kau bukan gadis yang manja,
aku yakin kau bisa
menghadapi semua ini’
gumamku pelan. Aku
menyemangati diriku sendiri. Dari tempat berdiriku sekarang, terlihat segerombolan
pemuda yang sepertinya sedang mabuk. Aku
melewati gerombolan pemuda itu,
apalagi ini pikirku. Aku mencoba menenangkan pikiranku.
“Hi girl, where are you going?
Hah?” tanya salah satu pemuda. Omo, bau alkohol yang menyengat tercium jelas
keluar dari mulutnya. Sergahku
sambil menjauhkan tangannya yang berusaha memegang pundakku.
“Don’t be like this. Do you need
friend? Come on, we’ll accompanying you” kata salah satu diantara mereka.
Mereka semakin mendekat ke arahku.
“Why don’t you talk something?
Oh, I see. Are you dumb?” kata pemuda yang lain.
Aku hanya diam saja, Tuhan
tolong bantu aku. “I think you’re right bro, she’s dumb” kata pemuda yang
satunya, disertai gelak tawa.
‘tinnn.. tinnn.. tinnnnn....’ suara klakson di belakangku memecah keheningan malam atau bisa dibilang, ini hampir pagi. Aku menoleh ke arah mobil itu dan “Masuklah ke dalam mobil!” perintahnya padaku. Aku masih tercengang, dia mendekati kami dan mulai menghajar pemuda – pemuda yang sedang mabuk itu. Tak butuh waktu lama, mereka semua melarikan diri. Aku hanya menutup mataku, aku tak mau melihat apa yang sedang terjadi sekarang. Tak terasa, aku meneteskan air mata pertanda aku sedang takut.
“Apa yang kau lakukan disini?
Bukankah aku menyuruhmu masuk ke dalam mobil? Eoh?” bentak Kai padaku.
Aku hanya bisa menangis. Kai menghampiriku yang sedang
duduk tak berdaya di jalan dan dengan cepat dia memelukku.
Dalam tangisku,
aku dapat merasakan tubuhnya yang hangat. Bau parfumnya manis sekali, aku
mencium bau wangi tubuhnya bagaikan aromaterapi. Dia memelukku lama sekali. “Sang
In, sampai kapan
kau akan menangis? Tak mengertikah kau kalau badanku sudah kesemutan gara –
gara terlalu lama berjongkok
seperti ini?”
katanya padaku. Aku langsung sadar akan posisiku dan posisinya yang terlalu
sangat sangat dekat. Aku segera mendorong tubuhnya menjauh, aku merasakan darah
di dalam tubuhku bergelora dan tubuhku sedikit gemetar, ‘Jangan katakan kalau pipiku memerah seperti tomat’ pikirku. Dia
berdiri, dan menawarkan tangannya untuk membantuku berdiri. Aku segera berdiri
sendiri tanpa bantuannya. Dia menarik tanganku dan menyuruhku masuk ke dalam
mobil. Dia segera menancap gas untuk pergi dari tempat ini. Kami hanya saling
diam, tak ada yang
memulai pembicaraan. Hingga sampai di depan motel. Tanpa berkata apapun, aku
turun dari mobil dan melangkahkan kaki ke motel. Aku menuliskan sesuatu di
kertas, “Gomawo, kau telah banyak membantuku hari ini. Mulai detik ini, aku
benar – benar akan melakukannya sendiri. Jeongmal gomawo-yo” aku memberikan
kertas itu padanya dan tersenyum seraya membalikkan badan kembali ke depan
motel tersebut.
Kai segera turun dari mobil dan
memegang tanganku, “Aish, kau yeoja yang benar – benar
senang membuat
orang lain susah rupanya.
Kau jangan di motel. Ikut aku” katanya tak sabar.
“Mwo? Apa maksudmu? Kita mau
kemana?“ tulisku di kertas. Omo, aku tak sabar dengan menulis di kertas ini.
Andai saja aku bisa bicara, aku pasti akan memborbardir
dirinya dengan banyak pertanyaan.
Aku berusaha melepaskan tanganku dari genggamannya, tapi dia makin mempererat
genggamannya. “Berhenti kau memberontak seperti
ini. Apa kau tak melihat? Mereka pikir aku akan menculikmu dan membawa pergi kau
dari sini” katanya. Aku melihat ke sekitar dan ternyata benar, beberapa orang
melihat ke arahku dan Kai. Mereka sambil berbisik – bisik satu sama lain. Tak
mau membuat mereka berpikir macam – macam, aku segera mengekor di sampingnya.
Aku sudah di dalam mobil, dan
menulis “Kau akan membawaku kemana? Kita akan kemana?”. Ternyata lelah juga selalu menulis seperti ini. Tak semua
orang bisa mengerti bahasa isyarat yang aku gunakan.
“Kita akan ke tempatku. Apartemen
dimana kami tinggal.”
katanya sambil melajukan mobilnya.
Aku melihat ke arahnya, dan menggumamkan
‘Omo, wajahmu terluka’. Aku menyentuh
rahangnya yang sedang sedikit lebam dan berdarah itu, dan Kai sempat kaget
sehingga mengangkat tangannya dari stir mobil, menepis
tanganku. “Apa yang
kau lakukan? Kau tahu, kau bisa membahayakan nyawa kita berdua” bentaknya. “Kita ke apotek dulu. Kita
harus mengobati wajahmu”. “Tak perlu, nanti saja di apartemen”. Aku diam dan
hanya menundukkan kepala.
@Apartement Renaissance Paris Arc de
Triômphe - Paris, Perancis, 11.23 PM
Tiba di depan apartemen mereka. “Kita
sudah sampai. Kajja kita turun” ajaknya.
Aku membuka pintu mobil dan
membawa koperku turun juga. Aku mengikutinya dari belakang, aku sengaja
memperlahankan langkahku karena aku tak yakin untuk berada disini, bersama
dengan EXO dalam satu apartemen. Omo, aku tak dapat berpikir dengan baik. Apa –
apaan ini, aku kemari untuk menemui Sang Woo oppa, tapi kenapa aku bisa bersama
EXO. “Tak bisakah kau jalan lebih cepat?” ujar Kai, langkahnya terhenti tepat
di depanku. Aku yang masih melamunkan hal lain sehingga aku menabrak tubuhnya. Dia
menatap wajahku dan
aku seakan berbicara ‘Wae? Waegurae?’
tapi dia tak peduli dan segera masuk ke dalam apartemen, aku yang tak ingin
ketinggalan dengan segera aku berlari kecil.
“Yak, darimana saja kau? Eoh?
Aku meneleponmu tapi tak ada jawaban sama sekali. Dan kau, lihat mukamu? Apa
yang terjadi? Kenapa bisa seperti itu? Bagaimana bisa wajah seorang artis
seperti itu? Dan besok kau akan tampil. Kau berkelahi dengan siapa? Bagaimana
kalau ada paparazzi yang mengetahui akan hal ini?” tanya sang manajer, Kang
Hyun dengan gusar.
“Mianhnae. Aku ada kepentingan.
Tenang saja, besok pasti tak akan terlihat luka – luka ini” jawabnya singkat.
Aku menundukkan kepala, tak berani menatap wajah mereka satu – satu. “Kau? Kau gadis itu bukan? Yak, bagaimana bisa kalian bersama? Apa yang sedang terjadi? Waegurae?” tanya Suho kepadaku beruntun.
“Bisakah kau diam? Aku ingin
tidur” bentak Kai. “Dan kau, tadi kau bilang kalau kau mau mengobatiku bukan?
Palli, aku tunggu di kamar. Obatnya sudah ada di kamarku” lanjut Kai dan
mengarahkan telunjuknya ke arahku.
Aku segera mengikutinya, Kai
sudah membuka kamarnya. “Masuk” perintahnya.
Aku perlahan memasuki kamarnya, sepertinya dia bukan orang yang sabar karena sekarang
dia menarik
tanganku dengan cepat.
Aku berada di kamar Kai, aku melihat
sekeliling dan ‘Wow, kamarnya luas bahkan
lebih luas dari rumahku’’ batinku.
Aku melihat kamar ini takjub, benar – benar bagus.
“Apa yang kau lakukan? Apa kau
tak sadar kalau kau harus cepat untuk mengobati wajahku. Kalau tidak, besok pasti luka
lebam ini masih akan
tetap terlihat”
ujarnya.
Aku menuju ke sudut
ruangan yang ditunjuk olehnya
untuk mengambil beberapa peralatan obat – obatan dan juga potongan –
potongan es beku
untuk mengompres lebam di wajah Kai. Aku segera duduk di depan Kai dan mencoba
untuk mengobatinya. “Aww, sakit. Bisakah kau pelan – pelan? Kau perempuan atau
bukan?” erang Kai. Aku hanya mengangguk. Sudah beberapa menit, aku mengobati
luka di wajahnya, tanpa terasa wajahku sangat dekat dengan wajahnya
dan hanya
meninggalkan jarak beberapa centimeter saja.
“Ternyata kau cantik juga” ujar
Kai dengan senyum tulus dari bibirnya. Aku melihat bibirnya yang tak semua
namja miliki dan itu membuatku susah menelan air liurku. Tiba – tiba Kai
semakin mendekatkan tubuhnya ke arahku, sedikit demi sedikit aku menjauhkan
tubuhku dari tubuhnya. Namun Kai dengan segera mendekap punggungku erat
sehingga aku tak dapat bergerak, perlahan tapi pasti dia menempelkan bibirnya
ke bibirku. Dia menciumku.
Aku yang terdiam karena
shock tak tahu harus berbuat apa,
sesaat kemudian aku tersadar dan langsung mendorong tubuhnya. ‘bruukkk..’ dia
jatuh dari sofa di depanku. ‘Apakah aku
mendorongnya terlalu keras hingga dia jatuh seperti itu? Aish, tapi namja cabul
itu pantas mendapatkannya’. Aku segera bangkit dari dudukku dan pergi keluar
dari kamarnya, tapi
aku sedikit tak tega dengannya sehingga aku memberanikan diri untuk membalikkan
badan dengan maksud melihat keadaannya. Tapi sayangnya dugaanku salah, ternyata
Kai dalam posisi badan di lantai sedangkan kaki masih berada di atas sofa
empuknya itu dan tengah
tersenyum dengan mata terpejam.
‘Sang In, kau benar – benar yeoja pabo.
Bagaimana mungkin kau masih memikirkan keadaannya setelah dia menciummu secara
tiba – tiba seperti itu?’
runtukku pada diri sendiri sambil memukul kepalaku sendiri. Aku bermaksud pergi
meninggalkannya, kubuka pintu ‘Cklek..’ dan ‘Buukkk..’ beberapa orang
terjatuh tepat di kakiku.
Aku sedikit terlonjak dan hanya bisa membuka mulut pertanda aku kaget setengah
mati. Mereka langsung berdiri satu per satu dan tersenyum padaku. Kai yang
sadar akan kegaduhan di depan kamarnya dengan segera dia berdiri dan tak kalah
kagetnya juga, melihat member EXO
lainnya dan tak ketinggalan Kang Hyun sajangnim juga
sepertinya ikut – ikutan ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam kamar
itu.
“Yak, kalian? Apa yang kalian
lakukan di depan
kamarku?” bentak Kai gagap.
“Bagaimana
kalau sekarang kita cicipi makanan yang kubuat tadi. Kajja” ujar D.O sambil
menarik lengan
Kris.
“Aish, aku belum memberi makan
Roly. Kasihan sekali kau, sudah malam begini aku lupa
memberimu makan. Roly, aku datang”
teriak Chanyeol
lantang.
“Sepertinya aku harus
melanjutkan permainanku” kata Luhan seraya pergi dari hadapanku.
“Tao, bagaimana kalau sekarang
kita juga tidur?”
ajak Lay pada Tao. “Benar – benar ajakan yang tepat di saat yang tepat
pula. Kajja” ujar Tao dengan tersenyum nakal.
“Mungkin aku akan tidur. Yak Chen, kau bilang tadi ingin mengambil
minum di dapur? Kenapa kau malah disini?”
ujar Baekhyun disambut oleh Chen.
“Dio, Aku
ikut denganmu” timpal Sehun sambil meninggalkan kamar
Kai.
“Aku.. aku.. aku ada janji mau
bertemu direktur. Aku pergi dulu” lanjut Kang Hyun sajangnim.
Semua pergi
dengan alasannya masing – masing. ‘Omo, apa ini? Bagaimana bisa
mereka seperti ini? Aish, jerk! Kalian
kekanak – kanakan sekali’ erangku dalam hati sambil mengacak – acak rambutku.
Aku keluar dari kamar Kai dan dengan segera Kai menarik tanganku. “Ini kamarmu.
Istirahatlah, untuk ulah mereka tadi jangan kau pikirkan. Terkadang mereka itu
seperti anak – anak” jelasnya. Dia keluar dari kamar baruku.
Aku merogoh tasku untuk mencari ponselku. Aku
tak merasakan ada benda kotak itu di dalam tasku. Aku membuang semua isi tasku di atas kasur
empuk kamar itu dan
memang tak ada disana. Astaga, dimana ponselku? Aku
mengingat – ingat lagi dimana tepatnya ponsel itu tertinggal. Aku keluar dari
kamar sambil mengingat kejadian yang lalu tapi sepertinya aku tak ingat dimana ponselku
berada.
“Mau kemana
kau?” tanya Kai yang
sedang duduk di sofa ruang tengah itu sambil sesekali memencet remote kontrol
TV besar itu.
“Ponselku” balasku dengan bahasa
isyaratku.
“Tak ada? Telepon saja menggunakan
ponselku” tawarnya sambil memberikan ponselnya padaku.
Aku ragu – ragu untuk
mengambilnya tapi dia menarik tanganku dan memberikannya. Aku segera memencet
tombol dengan tujuan nomor ponselku. Tak aktif, aku coba sekali lagi dan
hasilnya sama saja. “Tak bisa?” tanya. Aku menggelengkan kepala. “Aku rasa ponselku
mati. Bagaimana ini?” tulisku di notes. “Coba kita cari di kamarku,
mungkin saja tertinggal disana” dia menawarkan diri untuk membawaku ke
kamarnya. Aku dan Kai sudah 15 menit mencari ponsel itu di setiap sudut tapi
tetap tidak ada. Aku frustasi, bagaimana ini kalau saja ponselku tidak
ditemukan?
“Kajja kita
cari ponselmu di jalan tadi dimana kau bertemu dengan pemuda – pemuda berandal
itu” ajaknya.
Setelah tiba disana, aku segera turun dari mobil untuk mencari dimana ponselku. Ternyata juga tak ada disana. “Tidak ketemu? Kau ingin menghubungi eommamu?” tawarnya padaku. ‘Tak seperti biasanya, dia baik padaku’ gumamku dalam hati sambil melihat ke arahnya. “Ini, pakai ponselku untuk menghubungi eommamu” ujarnya sambil melemparkan ponselnya ke arahku. Setiba di apartemen itu lagi, aku menawarkan diri untuk melanjutkan mengobati lukanya lagi. “Kalau kau macam – macam lagi, aku tak akan segan – segan untuk membunuhmu” ancamku tak main – main padanya. Setelah aku selesai mengobatinya, aku menyuruh Kai beristirahat. Aku langsung masuk ke dalam kamarku dan segera terlelap dalam tidurku.
Keesokannya, EXO akan tampil
disana. Semua sudah mempersiapkan bagian masing – masing yang sudah dilatih
beberapa hari yang lalu. Aku ikut ke tempat EXO tampil, tentu karena ajakan
Kai. Sesaat setelah EXO sudah berada di atas panggung, Kang Hyun sajangnim
menghampiriku yang sedang membaca majalah. “Sang In, aku harap kau segera pergi
sekarang juga dari sisi Kai. Kau tahu bukan, bagaimana reaksi paparazzi dan
fans EXO kalau mereka tahu ada yeoja yang berada di dekat member EXO terlebih
lagi Kai? Tentu itu juga akan mengancam keselamatanmu Sang In. Jadi kumohon
untukmu segera kembali ke Korea” papar Kang Hyun sajangnim.
Next part...
Aku berpikir lebih jauh,
memang benar suatu saat akan terjadi seperti yang digambarkan oleh manajer EXO
itu. Para fans EXO, aku tak mau membayangkannya. “Ne, aku memang berencana
untuk segera kembali ke Korea. Sampaikan pada Kai terima kasih atas bantuannya
selama ini. Jeongmal gomawo” tulisku di notes.
Akankah Sang In pergi secepat itu meninggalkan
Kai? Dan apakah Kai akan merelakan kepergian yeoja yang mulai disukainya itu?
0 komentar:
Posting Komentar