Part 7
Title
: Eiffel Tower in Seoul
Author :
Song Sang In
FB
: Vini Happy Ajeng
Cast
: Song Sang In, Kim Jong In
Cameo :
Shin Min Hwa
Length
:
Series
Gendre
:
Romance, Little Angst
Rated : PG-17
Cerita ini hanya karangan belaka dan ASLI ciptaan author. Kalo ada kesamaan tempat dan karakter itu
semua tidak sengaja.
Untuk semuanya mohon jadi pembaca yang baik
yang pastinya harus meninggalkan jejak terlebih dahulu. Author ga bosen – bosennya buat ngingetin tentang ini.
SIDERnya banyak ini, tapi yang komen bisa diitung pake jari jadi JEBAAAALLL. Authornya
jinak kok jadi ga bakal
gigit kalo komenannya gimana2 karena komenan kalian juga sebagai penyemangat
author.
Hargai kerja keras author yang bikin cerita
ini sampe dibantuin begadang
jadi NO
PLAGIAT. Happy
reading ^^
Disclaimer!!
Untuk readers tolong diperhatikan range umurnya ya, author ga tanggung jawab kalo ada apa - apa nantinya karena part selanjutnya sedikit 'heboh'
Password part selanjutnya : kriskai
Disclaimer!!
Untuk readers tolong diperhatikan range umurnya ya, author ga tanggung jawab kalo ada apa - apa nantinya karena part selanjutnya sedikit 'heboh'
Password part selanjutnya : kriskai
“Bintang tak akan berpindah tempat, tempatmu hanya di
langit sana. Begitu juga denganmu, sampai kapanpun aku tak akan pernah
menggapai seorang namja yang bersinar seperti dirimu” -Song Sang In-
Previous
Part..
Aku
menceritakan apa yang terjadi tadi di sekolah ketika aku menemui ibunya Kai. “Omo
omo, jadi investor utama sekolah ini adalah Shinhan Financial Group dan itu
adalah perusahaan keluarga Kim Jong In, namja tampan dengan senyumnya yang
menawan di EXO itu?” teriaknya tak percaya. Aku hanya menganggukan kepala.
“Song Sang In, kau yeoja sangat beruntung. Ceritamu bagaikan cerita dongeng
cinderella yang bertemu dengan pangeran kaya raya yang didambakannya”
lanjutnya. Aku menjitak kepalanya, “Buang jauh – jauh khayalan gilamu itu.
Kajja kita pulang, sepertinya dia sudah pergi”.
Eiffel Tower in Seoul Part 7..
“Baiklah,
aku pulang dulu. Bye” ujar Sang In pada sahabatnya itu.
Nampak dari
kejauhan seorang namja tengah menatap Sang In dengan tatapan sendunya dan
kemudian tertunduk sebelum akhirnya dia berbalik arah melajukan mobilnya dengan
sangat kencang. Sesampainya di rumah, namja itu tengah melihat eommanya bersama
seorang pria, ya pria itu adalah appa tirinya. “Jong In, kemari. Appamu baru
saja datang” ucap eommanya. “Apa kabar appa? Kenapa tak menghubungiku dulu
sehingga aku bisa menjemput appa di bandara” tanya Kai. “Ah anio, aku rasa aku
masih mampu pulang sendiri ke rumah tanpa dijemput” jawab appa sambil
tersenyum. “Baiklah kalau begitu, permisi aku ingin kembali ke dormku” jawab
Jong In sopan.
Jong In
segera membuka pesan dengan terburu – buru ketika melihat lampu ponselnya
menyala, berharap itu pesan dari seseorang yang sangat diimpikannya. Namun
ternyata pesan dari eomma, “Pulanglah lebih awal. Kami akan mengadakan makan
malam di restoran Perancis. Appamu sendiri yang memilih restoran itu karena
tahu kau sangat menyukai masakan Perancis”. Kai membaca pesan itu dengan malas
dan segera beralih memencet serangkaian nomor ponsel yang sudah sangat ia
hafal. Namun nomor itu tak aktif. Dia menghela napas dalam – dalam hingga
akhirnya terpaksa melangkahkan kakinya gontai untuk kembali ke rumah untuk
menghormati eommanya dengan menerima undangan makan malam dari ayah tirinya
itu. Sesampainya di rumah, dengan segera ia memilih setelan atasan dan jas
serta mencari jam tangan, dasi, dan sepatu yang cocok untuk dikenakannya.
@ Arch de Triomphe Restaurant, 19.30 KST
Keluarga
konglomerat itu pun tiba di restoran bergaya Perancis itu. Tak pelak, banyak
wartawan yang ingin mengabadikan momen
itu karena cukup sulit memang untuk mencari foto mereka dalam keadaan bersama –
sama seperti ini. “Jong In-ah, bagaimana kabarmu?” tanya nenek tirinya itu. Dia
mendengus kesal karena dia tahu bahwa neneknya itu tengah berbasa – basi.
Neneknya melakukan itu karena ingin terlihat manis di depan appa dan media yang
sedang meliput mereka. “Aku baik – baik saja halmeoni. Bagaimana keadaan anda?”
tanya Kai balik. Neneknya hanya mengangguk tersenyum.
‘brakk..’
eommaku menjatuhkan barang bawaannya. “Eomma, eomma. Kau kenapa?” tanyaku pada
perempuan paruh baya yang sedang melihat ke satu arah itu. Orang yang sedang
dilihatnya pun melihat ke arah eommaku dan, “Dang Shi..” dan mau tak mau
membuat semua orang itu melihat ke arah kami juga. Aku juga melihat ke arah
mereka dan kulihat sosok namja yang tak asing bagiku, Kim Jong In. Laki – laki
itu keluar dari restoran dan menghampiri kami, Kai pun juga ikut keluar.
“Dang Shi,
ini benar – benar kau?” tanyanya. Eommaku hanya berdiri tanpa mengucapkan
apapun.
“Eomma,
nuguseyo? Siapa laki – laki ini? Kau mengenalnya?” tanyaku.
“Apa yang
sedang kau bicarakan? Kau bisu?” sekarang laki – laki itu ganti bertanya
kepadaku.
Sepertinya
Kai sedang menjelaskan apa yang kubicarakan pada eomma. “Eomma, kau memanggil
perempuan ini dengan panggilan eomma?”
“Ne,
perempuan ini eommaku. Maaf sebelumnya, kalau boleh tahu anda siapa?”
“Jadi
kau..” laki – laki itu terperanjak kaget di tempatnya.
“Song Sang
In, kajja kita pergi” bentak eomma dan menarik tanganku untuk segera pergi dari
tempat ini.
“Dang Shi
Dang Shi, tunggu..” panggil laki – laki itu namun tak bermaksud mengejar kami.
Kai hanya
berdiri mematung di tempatnya dengan pandangan bingung namun pandangannya
seperti menyiratkan sesuatu dan siapapun tak akan bisa menebaknya. Begitupun
aku, setelah kami berlari lumayan jauh. Aku menarik tangan eomma untuk sekedar
mengajak eomma beristirahat. “Eomma, bisakah kita berhenti sejenak? Aku seperti
kehabisan nafas eomma” kataku. Eomma yang tak menyahuti perkataanku hanya
terduduk lemas di sampingku. Aku yang masih tak mengerti akan sikap dan
tindakan eomma tadi membuatku ikut terdiam juga. “Kajja kita pulang. Eomma tak
mau laki – laki tadi menemukan kita” ujar eomma singkat.
Eomma masuk
ke kamarnya tanpa mengatakan apapun dan membuatku juga masuk ke kamarku
sendiri. Kutengok ponselku yang tertulis beberapa panggilan dari namja kusuka
itu. Tak berapa lama dia meneleponku lagi.
“Yoboseo
oppa” jawabku dan itu terdengar memalukan.
“Oppa? Baru
saja kau memanggilku dengan sebutan oppa?” tanya Kai. Aku tak menjawab.
“Chagiya, aku ingin bertemu denganmu. Aku akan menjemputmu sekarang” lanjutnya.
“Ah tidak
usah. Dimana kita akan bertemu? Kita akan bertemu disana saja” sahutku.
“Kau yakin
aku tak perlu menjemputmu? Baiklah kalau begitu, aku akan mengirimimu pesan
tempat dimana kita akan bertemu” jawabnya.
@XOXO Club, 22.20 KST
XOXO Club
merupakan club pribadi milik EXO yang berdiri atas SM Entertainment. Club yang
terlihat benar – benar mewah ini hanya dikunjungi oleh orang yang punya banyak
uang. Penjaga club ini sepertinya sudah mengetahui kalau aku diundang khusus
oleh salah satu anggota EXO. Setibanya di dalam, namja yang merupakan satu –
satunya ikon visual di grup ini memelukku dari belakang, “Kau lama sekali Sang
In. Aku sudah lama menunggu” katanya.
Kami
menyusuri lorong di dalam club ini yang dipenuhi oleh pasangan kekasih yang
mengikuti alunan lagu yang dihentakkan oleh DJ di atas sana. Dan akhirnya kami
mendapati tempat yang masih kosong.
“Itu eomma
dan appaku” ujar Kai tiba – tiba. Aku mengikuti pandangannya yang melihat ke
arah orang tuanya. ‘Sepertinya mereka
sedang berdebat’ pikirku karena suara mereka terdengar sampai tempat kami.
“Kau
mengenalnya?”
“Dia masa
laluku, bahkan mungkin sampai sekarang aku tak pernah bisa melupakannya” jawab
laki – laki itu.
“Mwo? Jadi
maksudmu dia mantan istrimu?” teriak eomma Kai.
“Anio. Aku
dan wanita itu belum bercerai. Aku berpisah dengannya karena suatu masalah”
“Mwo? Kau
belum bercerai dengannya? Apa maksud perkataanmu ini? Kau sedang tidak bercanda
bukan?”
“Apa kau
pikir aku sedang bercanda? Aku memang belum bercerai dengannya. Aku pergi
meninggalkannya karena orang tuaku tak menyetujui pernikahan kami. Dan akhirnya
aku dipindahkan ke Jerman serta dituntut untuk melupakannya namun tak bisa, dia
cinta pertama dan terakhirku” jelas laki – laki itu.
Eomma Kai
langsung ambruk ke sofa di belakangnya, memegang kepalanya yang mungkin terasa
sakit. Saat itu juga Kai menghampiri orang tuanya. Sedangkan aku memberanikan
diri untuk mengikutinya, laki – laki itu menoleh ke arah kami. Kai mendekati
eommanya untuk sekedar menenangkannya. “Jong In..” eommanya terperangah. “Eomma
gwenchana?” tanya Kai dengan wajah khawatirnya.
“Maafkan
aku kalau aku lancang, bagaimana anda mengenal eomma saya?” tanyaku pada laki –
laki di depanku ini. Aku menelan air liurku dengan susah payah karena nyaliku sedikit
menciut.
Kai segera
berdiri dan mengartikan perkataanku. “Eommamu adalah istriku”. “Dan itu berarti
kalau kau adalah anakku” lanjutnya. Aku terjatuh karena tak percaya dengan apa
yang baru saja kudengar. Kai dan eommanya tak kalah terkejutnya denganku, tak
terasa air mataku menetes.
Aku masih
terpaku di lantai hingga akhirnya tersadar untukku segera bangkit dan pergi
dari tempat ini sekarang juga. Kai memegang tanganku namun aku menariknya
kasar. “Kau memang sengaja mengajakku kemari supaya aku bisa mendengar
kenyataan gila ini, bukan? Dan jika kau bermaksud untuk membuatku sakit hati,
selamat. Kau berhasil. Jangan pernah menemuiku lagi. Aku benar – benar
membencimu” kataku pada Kai yang juga bingung dengan apa yang kukatakan.
Kai
bermaksud mengejar Sang In namun dihentikan oleh appanya. “Jangan. Biarkan dia
sendiri dulu supaya dia bisa menenangkan diri” kata appanya. “Apa maksud anda?
Jadi selama ini anda membohongi kami? Hah?” teriak Jong In. “Aku tak bermaksud
membohongi kalian, hanya saja aku memang tak berniat untuk mencertakan ini
karena aku pikir tak akan ada gunanya” jawab appanya. “Cih..” ujar Kai muak.
“Aku mohon kita pulang saja. Kita selesaikan masalah ini di rumah. Aku tak mau
kita membuat keributan disini dan membuat semua orang mengetahui masalah kita.
Jebal..” pinta eommanya. “Eomma pulanglah dengannya. Aku tak punya tempat di
rumah itu. Aku pergi dulu”
Sang In
yang sedang terduduk di sebuah tempat entah dimana. Tiba – tiba dari hidungnya
menetes dari segar. ‘Omo, aku mimisan’ batinku. Ponselku sedang bergetar, aku segera
mengambilnya.
“Yoboseo. Kau dimana? Eommamu tengah khawatir
dan berkata kalau kau belum pulang ke rumah” ujar namja yang tengah meneleponku
ini.
“Nugu? Aku?
Aku entah ada dimana ini. Min Hwa-ya, sepertinya disini sedang terjadi gempa
bumi. Kepalaku berputar hebat dan juga hidungku mimisan. Tolong aku..” belum
sempat aku melanjutkan perkataanku, aku sudah tak sadarkan diri.
“Song Sang
In, Sang In. Kau dimana? Apa yang sedang terjadi denganmu?” namun tiba – tiba
‘tuutt.. tuutt.. tuutt..’ teleponnya terputus. Min Hwa segera menyalakan mesin
mobilnya dan melanjutkan perjalanannya mencariku.
Di lain
sisi, seorang namja dengan penampilan acak – acakan yang sepertinya sedang
frustasi sedang mengebut hingga kilometer mesin mobilnya mencapai 150 km/jam.
Namja itu mencari keberadaan yeojachingunya, bahkan berpuluh – puluh teleponnya
tak ada respon sama sekali karena nomornya sedang tidak aktif.
“Oh, kau
sudah menemukannya? Hubungi aku kalau kau sudah mendapatkan yeoja itu. Arra?”
Tak
beberapa lama ponselnya berdering lagi, “Jinjja? Dimana? Arraseo, aku segera ke
sana” jawab Min Hwa. Dia segera menancap gas.
Lagi – lagi
aku tergolek lemas tak sadarkan diri, tapi ini bukan di rumah sakit. Sebuah
ruangan yang beraroma jasmine terciup sangat jelas oleh hidungku hingga
membuatku membuka mata. Tampak dari kejauhan seorang namja tengah melakukan
sesuatu yang aku pun juga tak tahu. “”Min Hwa-ya” panggilku lirih. Namja itu
menoleh dan senyumnya seketika itu terkembang di bibirnya. “Gwenchana?”
tanyanya sambil memegang dahiku. “Apa yang telah terjadi padaku? Bagaimana aku
bisa berada disini?” tanyaku. “Aku menemukanmu dalam keadaan pingsan di tempat
mengerikan itu. Aku pun tak mengerti bagaimana bisa kau berada disana. Apa yang
kau lakukan hingga kau sampai di tempat itu? Eoh?” suaranya meninggi. “Ah,
mianhnae. Aku tak seharusnya berbicara kasar padamu. Aku baru saja menghubungi
eommamu dan mengatakan kau aman bersamaku. Demammu sudah sedikit turun, semoga
hidungmu tak mengeluarkan darah lagi. Tidurlah, aku akan menjagamu disini”
ucapnya, nada suaranya kembali menurun.
Min Hwa
hanya memandang iba pada Sang In. “Sang In, aku takkan akan pernah merelakanmu
dengan namja seperti dia. Dan kau Kim Jong In, aku akan membunuhmu sampai kau muncul
di hadapanku” gumamnya. Min Hwa membelai wajah yeoja yang sedang tidur di
hadapannya ini dan mencium kening Sang In sebelum dia mengatakan “Saranghae
Song Sang In”.
Pagipun
tiba, Kim Jong In kaget saat dia mengetahui bahwa dia tertidur di dalam mobil
semalam. Dia merogoh ponsel yang terjatuh di lantai mobilnya dan memencet nomor
yang ingin dihubungnya namun sia – sia. Nomor itu tetap tidak aktif. Dia
mengacak rambutnya kesal dan segera kembali ke dorm.
Aku membuka
mataku dan melihat Min Hwa sedang tertidur di sampingku dengan memegang
tanganku. Aku memegang kepalanya bermaksud untuk membangunkannya namun dia
sudah terlebih dulu menggeliat kecil. “Kau sudah bangun? Aku akan membuatkan
sarapan untukmu” katanya sambil beranjak pergi. “Tak perlu, disinilah dulu”
pintaku. Dia menuruti permintaanku. ‘Inilah
kenapa aku dulu pernah menyukaimu Shin Min Hwa’ ucapku batinku meracau.
Segera aku menggelengkan kepala bermaksud menghilangkan kata – kata itu dari
otakku.
“Song Sang
In, ini ponsel baru untukmu” ucapnya sambil menyerahkan ponsel baru itu.
“Apa ini?
Memangnya ada apa dengan ponselku?” tanyaku bingung.
“Kau tahu,
semalam ponselmu hilang. Mungkin seseorang yang tengah melintas mengambil
ponselmu. Kau harus bersyukur, kau tidak diapa – apakan oleh orang – orang
jahat itu”
“Omo,
jeongmal?” aku bergidik ngeri.
“Aku sudah
mengaktifkan nomor baru juga untukmu. Pakai, aku juga sudah menyimpan nomorku
di ponsel ini. Aku turun dulu, akan kubuatkan kau bubur. Aku segera kembali”
sahutnya.
“Selamat
pagi halmeoni, harabeoji” sapaku pada nenek dan kakek yang masih bersemangat
untuk beraktivitas itu.
“Omo,
selamat pagi Sang In. Kami pikir kau masih istirahat maka dari itu kami
mengurungkan niat untuk melihatmu di kamar. Bagaimana keadaanmu?” tanya
halmeoni.
“Tak perlu
repot. Keadaanku sudah jauh lebih baik” ujarku. “Yak, Song Sang In! Bagaimana
kau bisa keluar kamarmu? Kembali tidak ke kamar?” teriak Min Hwa dari dalam
rumahnya.
“Oh My God,
bagaimana bisa kau punya cucu macam dia halmeoni? Aku benar – benar tak tahan
kalau sampai tinggal bersamanya”
“Kalau aku
menjadi dokter, mungkin aku sudah mati mengenaskan akibat mempunyai pasien
sepertimu. Aku sudah mengatakan padamu untuk tak keluar kamar. Tapi lihat, apa
ini” katanya menghampiri kami dan mencubit pipiku gemas.
“Lihatlah
halmeoni, mana ada dokter menyiksa pasiennya seperti ini” balasku mencubit
pipinya.
“Sudah
sudah jangan bertengkar. Kajja kita sarapan” ajak harabeoji merangkul pundakku.
Aku diantar
hingga depan rumahku. Min Hwa tiba – tiba mengerem hingga tubuhku ikut maju.
Dia memicingkan matanya menatap sesuatu yang mungkin menurutnya janggal. Dia
membuka mobilnya kasar dan ‘bruukkk..’ dia meninju seseorang, aku yang masih
berada di dalam mobil terperangah kaget. Dan lebih kagetnya, namja yang ditinju
itu adalah Kim Jong In. Aku segera berlari keluar mobil untuk melerai dua orang
namja yang tengah berkelahi itu.
“Berhenti.
Apa yang sedang kalian lakukan? Apa yang akan terjadi kalau sampai media tahu
kejadian ini? Eoh?” tanyaku pada mereka berdua. Kulihat mereka bergantian,
sepertinya mereka masih sama – sama emosi.
“Kau, ikut
aku” ajakku pada Kai sambil menarik tangannya.
Min Hwa
menarik tanganku, “ Aku mohon kau jangan bersamanya”
“Min Hwa,
aku hanya ingin merawatnya saja. Aku benar – benar tak ingin membuat media
mengejarku” kataku.
Aku masuk
ke dalam rumah untuk mengambil beberapa obat untuk wajah lebam namja yang
sedang di depan rumahku itu. Mobil Kai segera membawaku pergi dari sini.
“Turunlah,
aku hanya akan mengobatimu setelah itu aku pergi” pintaku namun dia tetap di
dalam mobilnya dengan menatapku lama sekali. Aku sedikit gugup dengan sikapnya
ini. Tak kuhiraukan namja itu, aku duduk di pembatas jalan dan akhirnya aku
mendengar suara pintu mobil terbuka.
Aku mulai
mengobatinya, rahang pipi sebelah kirinya sedikit memar dan sudut bibirnya
berdarah. Dia masih dengan setianya melihatku sedalam biasanya, hingga
tangannya mulai menyentuh wajahku. “Hentikan. Kalau kau masih berani
melakukannya, akan kupastikan aku akan pergi meninggalkanmu sendiri disini”. Kupikir
dia akan segera menghentikan aktivitasnya namun pikiranku benar – benar
meleset. Dan sekarang aku sudah berada di pelukannya, aku mencoba memberontak
lepas dari pelukannya namun aku tak berkutik sama sekali.
“Song Sang
In, kau harus percaya padaku. Aku tak merencanakan apapun atau berniat
melukaimu. Aku juga tak tahu apa yang sedang terjadi. Aku sangat mencintaimu.
Kau juga mencintaiku bukan?” ujarnya.
Aku dapat
merasakan wajahku memerah kali ini. Aku merasakan pelukannya sedikit melonggar
dan ini kesempatanku untuk melepaskan diriku dari pelukannya. Aku melanjutkan
mengobati lukanya namun dia memegang tanganku.
“Katakan
sesuatu” rahangnya mengeras dan aku tahu kali ini dia tak sabar.
Akhirnya
aku angkat bicara juga. “Berhentilah mencintaiku karena kupikir perasaanmu itu
sia – sia. Lukamu sudah kuobati, istirahatlah. Besok pasti sudah jauh lebih
baik. Aku pergi dulu”
‘greebbb..’
dia memelukku dari belakang, membalikkan badanku dan chu~ dia menciumku bibirku
lembut sekali hingga aku terbawa suasana dan menjatuhkan kotak obatku ke tanah.
Bibir kami saling bertautan dan ini membuat kami memanjakan bibir yang sedang
dikecupnya ini hingga tanpa terasa kedua lenganku merangkul leher Kai untuk
menikmatinya lebih dalam lagi sedangkan tangannya memeluk pinggangku erat.
Pikirku dia ingin mengakhiri ciuman kami saat dia menjauhkan wajahnya dari
wajahku namun ternyata dia hanya ingin melihat wajahku sekilas dan menciumku
lagi.
Seperti
biasa, wajahku kembali memerah. Dia tertawa geli melihatnya hingga menciumku
pipiku berkali – kali. “Berhentilah menciumku. Kau akan membuat pipiku akan
terus memerah? Eoh? Kajja kita pulang. Aku yakin eomma kali ini akan
membunuhku” ujarku. “Dan kali ini aku yang akan menjelaskan semuanya kepada
eommamu. Aku serius” balasnya. “Anio, tak perlu. Aku perlu waktu untuk
menceritakan pada eomma. Aku harus pelan – pelan dalam menceritakannya agar
eomma mengerti. Arra?”. Dia tak menyahut, hanya memandang lurus jalan di
depannya.
“Yak, apa
yang terjadi dengan nomormu? Aku menghubungimu sampai aku hampir gila tapi
tetap saja tak aktif” teriaknya.
“Nomorku
ganti”
“Yak yak,
kau bicara seperti itu dan sepertinya menganggap hal ini remeh. Kenapa ganti
nomor?” teriaknya lagi.
“Ponselku
hilang saat malam itu dan Min Hwa menggantinya dengan yang baru” jawabku.
“Kemarikan
ponselmu. Sepertinya laki – laki itu sudah bertindak” ujarnya sambil mengirim
nomorku padanya.
“Maksudmu
bertindak? Aku tak mengerti” ujarku pura –pura bodoh.
“Chagiya,
kau pura – pura bodoh atau memang tak tahu, eoh? Apa dia tak pernah
mengatakannya padamu? Sebenarnya namja itu menyukaimu jauh dari perkiraanmu,
kau tahu?” jelasnya.
‘glekk.. sial, namja ini benar – benar sangat peka. Dia
menyadari kalau sebenarnya Min Hwa menyukaiku’ gumamku.
“Dan kau
juga menyukainya, tapi itu dulu jauh sebelum kau bertemu denganku. Benar
bukan?”
“Jangan
terlalu percaya diri Tuan Kim. Aku selalu bersamamu bukan berarti itu artinya
aku menyukaimu” jawabku optimis.
“Apa aku
harus melumat bibirmu lagi dan membuat pipimu ini merah? Eoh?” evil smirk-nya
muncul kembali, dia selalu menang dariku. Aku mendengus sebal.
Apa ini artinya hubungan
mereka kembali membaik? Apakah mereka tidak akan mempertanyakan status hubungan
mereka? Apakah orang tua mereka akan menyetujui hubungan Kim Jong dan Song Sang
In? Dan apakah Min Hwa akan memperjuangkan atau mundur dari cintanya terhadap
Sang In?
0 komentar:
Posting Komentar