• Korewa zombie desuka
We Are One We Are EXO :)

Eiffel Tower in Seoul Part 7


Part 7

Title            :  Eiffel Tower in Seoul
Author         :  Song Sang In
FB               :  Vini Happy Ajeng
Cast             :  Song Sang InKim Jong In
Cameo         :  Shin Min Hwa
Length         :  Series
Gendre        :  Romance, Little Angst
Rated                    :    PG-17

Cerita ini hanya karangan belaka dan ASLI ciptaan author. Kalo ada kesamaan tempat dan karakter itu semua tidak sengaja.

Untuk semuanya mohon jadi pembaca yang baik yang pastinya harus meninggalkan jejak terlebih dahulu. Author ga bosen – bosennya buat ngingetin tentang ini.
SIDERnya banyak ini, tapi yang komen bisa diitung pake jari jadi JEBAAAALLL. Authornya jinak kok jadi ga bakal gigit kalo komenannya gimana2 karena komenan kalian juga sebagai penyemangat author.

Hargai kerja keras author yang bikin cerita ini sampe dibantuin begadang jadi NO PLAGIAT. Happy reading ^^

Disclaimer!!
Untuk readers tolong diperhatikan range umurnya ya, author ga tanggung jawab kalo ada apa - apa nantinya karena part selanjutnya sedikit 'heboh'
Password part selanjutnya : kriskai

“Bintang tak akan berpindah tempat, tempatmu hanya di langit sana. Begitu juga denganmu, sampai kapanpun aku tak akan pernah menggapai seorang namja yang bersinar seperti dirimu” -Song Sang In-

Previous Part..
Aku menceritakan apa yang terjadi tadi di sekolah ketika aku menemui ibunya Kai. “Omo omo, jadi investor utama sekolah ini adalah Shinhan Financial Group dan itu adalah perusahaan keluarga Kim Jong In, namja tampan dengan senyumnya yang menawan di EXO itu?” teriaknya tak percaya. Aku hanya menganggukan kepala. “Song Sang In, kau yeoja sangat beruntung. Ceritamu bagaikan cerita dongeng cinderella yang bertemu dengan pangeran kaya raya yang didambakannya” lanjutnya. Aku menjitak kepalanya, “Buang jauh – jauh khayalan gilamu itu. Kajja kita pulang, sepertinya dia sudah pergi”.

Eiffel Tower in Seoul Part 7..
“Baiklah, aku pulang dulu. Bye” ujar Sang In pada sahabatnya itu.
Nampak dari kejauhan seorang namja tengah menatap Sang In dengan tatapan sendunya dan kemudian tertunduk sebelum akhirnya dia berbalik arah melajukan mobilnya dengan sangat kencang. Sesampainya di rumah, namja itu tengah melihat eommanya bersama seorang pria, ya pria itu adalah appa tirinya. “Jong In, kemari. Appamu baru saja datang” ucap eommanya. “Apa kabar appa? Kenapa tak menghubungiku dulu sehingga aku bisa menjemput appa di bandara” tanya Kai. “Ah anio, aku rasa aku masih mampu pulang sendiri ke rumah tanpa dijemput” jawab appa sambil tersenyum. “Baiklah kalau begitu, permisi aku ingin kembali ke dormku” jawab Jong In sopan.
Jong In segera membuka pesan dengan terburu – buru ketika melihat lampu ponselnya menyala, berharap itu pesan dari seseorang yang sangat diimpikannya. Namun ternyata pesan dari eomma, “Pulanglah lebih awal. Kami akan mengadakan makan malam di restoran Perancis. Appamu sendiri yang memilih restoran itu karena tahu kau sangat menyukai masakan Perancis”. Kai membaca pesan itu dengan malas dan segera beralih memencet serangkaian nomor ponsel yang sudah sangat ia hafal. Namun nomor itu tak aktif. Dia menghela napas dalam – dalam hingga akhirnya terpaksa melangkahkan kakinya gontai untuk kembali ke rumah untuk menghormati eommanya dengan menerima undangan makan malam dari ayah tirinya itu. Sesampainya di rumah, dengan segera ia memilih setelan atasan dan jas serta mencari jam tangan, dasi, dan sepatu yang cocok untuk dikenakannya.

@ Arch de Triomphe Restaurant, 19.30 KST
Keluarga konglomerat itu pun tiba di restoran bergaya Perancis itu. Tak pelak, banyak wartawan yang ingin  mengabadikan momen itu karena cukup sulit memang untuk mencari foto mereka dalam keadaan bersama – sama seperti ini. “Jong In-ah, bagaimana kabarmu?” tanya nenek tirinya itu. Dia mendengus kesal karena dia tahu bahwa neneknya itu tengah berbasa – basi. Neneknya melakukan itu karena ingin terlihat manis di depan appa dan media yang sedang meliput mereka. “Aku baik – baik saja halmeoni. Bagaimana keadaan anda?” tanya Kai balik. Neneknya hanya mengangguk tersenyum.

‘brakk..’ eommaku menjatuhkan barang bawaannya. “Eomma, eomma. Kau kenapa?” tanyaku pada perempuan paruh baya yang sedang melihat ke satu arah itu. Orang yang sedang dilihatnya pun melihat ke arah eommaku dan, “Dang Shi..” dan mau tak mau membuat semua orang itu melihat ke arah kami juga. Aku juga melihat ke arah mereka dan kulihat sosok namja yang tak asing bagiku, Kim Jong In. Laki – laki itu keluar dari restoran dan menghampiri kami, Kai pun juga ikut keluar.
“Dang Shi, ini benar – benar kau?” tanyanya. Eommaku hanya berdiri tanpa mengucapkan apapun.
“Eomma, nuguseyo? Siapa laki – laki ini? Kau mengenalnya?” tanyaku.
“Apa yang sedang kau bicarakan? Kau bisu?” sekarang laki – laki itu ganti bertanya kepadaku.
Sepertinya Kai sedang menjelaskan apa yang kubicarakan pada eomma. “Eomma, kau memanggil perempuan ini dengan panggilan eomma?”
“Ne, perempuan ini eommaku. Maaf sebelumnya, kalau boleh tahu anda siapa?”
“Jadi kau..” laki – laki itu terperanjak kaget di tempatnya.
“Song Sang In, kajja kita pergi” bentak eomma dan menarik tanganku untuk segera pergi dari tempat ini.
“Dang Shi Dang Shi, tunggu..” panggil laki – laki itu namun tak bermaksud mengejar kami.
Kai hanya berdiri mematung di tempatnya dengan pandangan bingung namun pandangannya seperti menyiratkan sesuatu dan siapapun tak akan bisa menebaknya. Begitupun aku, setelah kami berlari lumayan jauh. Aku menarik tangan eomma untuk sekedar mengajak eomma beristirahat. “Eomma, bisakah kita berhenti sejenak? Aku seperti kehabisan nafas eomma” kataku. Eomma yang tak menyahuti perkataanku hanya terduduk lemas di sampingku. Aku yang masih tak mengerti akan sikap dan tindakan eomma tadi membuatku ikut terdiam juga. “Kajja kita pulang. Eomma tak mau laki – laki tadi menemukan kita” ujar eomma singkat.
Eomma masuk ke kamarnya tanpa mengatakan apapun dan membuatku juga masuk ke kamarku sendiri. Kutengok ponselku yang tertulis beberapa panggilan dari namja kusuka itu. Tak berapa lama dia meneleponku lagi.
“Yoboseo oppa” jawabku dan itu terdengar memalukan.
“Oppa? Baru saja kau memanggilku dengan sebutan oppa?” tanya Kai. Aku tak menjawab. “Chagiya, aku ingin bertemu denganmu. Aku akan menjemputmu sekarang” lanjutnya.
“Ah tidak usah. Dimana kita akan bertemu? Kita akan bertemu disana saja” sahutku.
“Kau yakin aku tak perlu menjemputmu? Baiklah kalau begitu, aku akan mengirimimu pesan tempat dimana kita akan bertemu” jawabnya.
@XOXO Club, 22.20 KST
XOXO Club merupakan club pribadi milik EXO yang berdiri atas SM Entertainment. Club yang terlihat benar – benar mewah ini hanya dikunjungi oleh orang yang punya banyak uang. Penjaga club ini sepertinya sudah mengetahui kalau aku diundang khusus oleh salah satu anggota EXO. Setibanya di dalam, namja yang merupakan satu – satunya ikon visual di grup ini memelukku dari belakang, “Kau lama sekali Sang In. Aku sudah lama menunggu” katanya.
Kami menyusuri lorong di dalam club ini yang dipenuhi oleh pasangan kekasih yang mengikuti alunan lagu yang dihentakkan oleh DJ di atas sana. Dan akhirnya kami mendapati tempat yang masih kosong.
“Itu eomma dan appaku” ujar Kai tiba – tiba. Aku mengikuti pandangannya yang melihat ke arah orang tuanya. ‘Sepertinya mereka sedang berdebat’ pikirku karena suara mereka terdengar sampai tempat kami.
“Kau mengenalnya?”
“Dia masa laluku, bahkan mungkin sampai sekarang aku tak pernah bisa melupakannya” jawab laki – laki itu.
“Mwo? Jadi maksudmu dia mantan istrimu?” teriak eomma Kai.
“Anio. Aku dan wanita itu belum bercerai. Aku berpisah dengannya karena suatu masalah”
“Mwo? Kau belum bercerai dengannya? Apa maksud perkataanmu ini? Kau sedang tidak bercanda bukan?”
“Apa kau pikir aku sedang bercanda? Aku memang belum bercerai dengannya. Aku pergi meninggalkannya karena orang tuaku tak menyetujui pernikahan kami. Dan akhirnya aku dipindahkan ke Jerman serta dituntut untuk melupakannya namun tak bisa, dia cinta pertama dan terakhirku” jelas laki – laki itu.
Eomma Kai langsung ambruk ke sofa di belakangnya, memegang kepalanya yang mungkin terasa sakit. Saat itu juga Kai menghampiri orang tuanya. Sedangkan aku memberanikan diri untuk mengikutinya, laki – laki itu menoleh ke arah kami. Kai mendekati eommanya untuk sekedar menenangkannya. “Jong In..” eommanya terperangah. “Eomma gwenchana?” tanya Kai dengan wajah khawatirnya.
“Maafkan aku kalau aku lancang, bagaimana anda mengenal eomma saya?” tanyaku pada laki – laki di depanku ini. Aku menelan air liurku dengan susah payah karena nyaliku sedikit menciut.
Kai segera berdiri dan mengartikan perkataanku. “Eommamu adalah istriku”. “Dan itu berarti kalau kau adalah anakku” lanjutnya. Aku terjatuh karena tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Kai dan eommanya tak kalah terkejutnya denganku, tak terasa air mataku menetes.
Aku masih terpaku di lantai hingga akhirnya tersadar untukku segera bangkit dan pergi dari tempat ini sekarang juga. Kai memegang tanganku namun aku menariknya kasar. “Kau memang sengaja mengajakku kemari supaya aku bisa mendengar kenyataan gila ini, bukan? Dan jika kau bermaksud untuk membuatku sakit hati, selamat. Kau berhasil. Jangan pernah menemuiku lagi. Aku benar – benar membencimu” kataku pada Kai yang juga bingung dengan apa yang kukatakan.
Kai bermaksud mengejar Sang In namun dihentikan oleh appanya. “Jangan. Biarkan dia sendiri dulu supaya dia bisa menenangkan diri” kata appanya. “Apa maksud anda? Jadi selama ini anda membohongi kami? Hah?” teriak Jong In. “Aku tak bermaksud membohongi kalian, hanya saja aku memang tak berniat untuk mencertakan ini karena aku pikir tak akan ada gunanya” jawab appanya. “Cih..” ujar Kai muak. “Aku mohon kita pulang saja. Kita selesaikan masalah ini di rumah. Aku tak mau kita membuat keributan disini dan membuat semua orang mengetahui masalah kita. Jebal..” pinta eommanya. “Eomma pulanglah dengannya. Aku tak punya tempat di rumah itu. Aku pergi dulu”

Sang In yang sedang terduduk di sebuah tempat entah dimana. Tiba – tiba dari hidungnya menetes dari segar. ‘Omo, aku mimisan’  batinku. Ponselku sedang bergetar, aku segera mengambilnya.
 “Yoboseo. Kau dimana? Eommamu tengah khawatir dan berkata kalau kau belum pulang ke rumah” ujar namja yang tengah meneleponku ini.
“Nugu? Aku? Aku entah ada dimana ini. Min Hwa-ya, sepertinya disini sedang terjadi gempa bumi. Kepalaku berputar hebat dan juga hidungku mimisan. Tolong aku..” belum sempat aku melanjutkan perkataanku, aku sudah tak sadarkan diri.
“Song Sang In, Sang In. Kau dimana? Apa yang sedang terjadi denganmu?” namun tiba – tiba ‘tuutt.. tuutt.. tuutt..’ teleponnya terputus. Min Hwa segera menyalakan mesin mobilnya dan melanjutkan perjalanannya mencariku.

Di lain sisi, seorang namja dengan penampilan acak – acakan yang sepertinya sedang frustasi sedang mengebut hingga kilometer mesin mobilnya mencapai 150 km/jam. Namja itu mencari keberadaan yeojachingunya, bahkan berpuluh – puluh teleponnya tak ada respon sama sekali karena nomornya sedang tidak aktif.
“Oh, kau sudah menemukannya? Hubungi aku kalau kau sudah mendapatkan yeoja itu. Arra?”
Tak beberapa lama ponselnya berdering lagi, “Jinjja? Dimana? Arraseo, aku segera ke sana” jawab Min Hwa. Dia segera menancap gas.
Lagi – lagi aku tergolek lemas tak sadarkan diri, tapi ini bukan di rumah sakit. Sebuah ruangan yang beraroma jasmine terciup sangat jelas oleh hidungku hingga membuatku membuka mata. Tampak dari kejauhan seorang namja tengah melakukan sesuatu yang aku pun juga tak tahu. “”Min Hwa-ya” panggilku lirih. Namja itu menoleh dan senyumnya seketika itu terkembang di bibirnya. “Gwenchana?” tanyanya sambil memegang dahiku. “Apa yang telah terjadi padaku? Bagaimana aku bisa berada disini?” tanyaku. “Aku menemukanmu dalam keadaan pingsan di tempat mengerikan itu. Aku pun tak mengerti bagaimana bisa kau berada disana. Apa yang kau lakukan hingga kau sampai di tempat itu? Eoh?” suaranya meninggi. “Ah, mianhnae. Aku tak seharusnya berbicara kasar padamu. Aku baru saja menghubungi eommamu dan mengatakan kau aman bersamaku. Demammu sudah sedikit turun, semoga hidungmu tak mengeluarkan darah lagi. Tidurlah, aku akan menjagamu disini” ucapnya, nada suaranya kembali menurun.

Min Hwa hanya memandang iba pada Sang In. “Sang In, aku takkan akan pernah merelakanmu dengan namja seperti dia. Dan kau Kim Jong In, aku akan membunuhmu sampai kau muncul di hadapanku” gumamnya. Min Hwa membelai wajah yeoja yang sedang tidur di hadapannya ini dan mencium kening Sang In sebelum dia mengatakan “Saranghae Song Sang In”.

Pagipun tiba, Kim Jong In kaget saat dia mengetahui bahwa dia tertidur di dalam mobil semalam. Dia merogoh ponsel yang terjatuh di lantai mobilnya dan memencet nomor yang ingin dihubungnya namun sia – sia. Nomor itu tetap tidak aktif. Dia mengacak rambutnya kesal dan segera kembali ke dorm.
Aku membuka mataku dan melihat Min Hwa sedang tertidur di sampingku dengan memegang tanganku. Aku memegang kepalanya bermaksud untuk membangunkannya namun dia sudah terlebih dulu menggeliat kecil. “Kau sudah bangun? Aku akan membuatkan sarapan untukmu” katanya sambil beranjak pergi. “Tak perlu, disinilah dulu” pintaku. Dia menuruti permintaanku. ‘Inilah kenapa aku dulu pernah menyukaimu Shin Min Hwa’ ucapku batinku meracau. Segera aku menggelengkan kepala bermaksud menghilangkan kata – kata itu dari otakku.
“Song Sang In, ini ponsel baru untukmu” ucapnya sambil menyerahkan ponsel baru itu.
“Apa ini? Memangnya ada apa dengan ponselku?” tanyaku bingung.
“Kau tahu, semalam ponselmu hilang. Mungkin seseorang yang tengah melintas mengambil ponselmu. Kau harus bersyukur, kau tidak diapa – apakan oleh orang – orang jahat itu”
“Omo, jeongmal?” aku bergidik ngeri.
“Aku sudah mengaktifkan nomor baru juga untukmu. Pakai, aku juga sudah menyimpan nomorku di ponsel ini. Aku turun dulu, akan kubuatkan kau bubur. Aku segera kembali” sahutnya.

“Selamat pagi halmeoni, harabeoji” sapaku pada nenek dan kakek yang masih bersemangat untuk beraktivitas itu.
“Omo, selamat pagi Sang In. Kami pikir kau masih istirahat maka dari itu kami mengurungkan niat untuk melihatmu di kamar. Bagaimana keadaanmu?” tanya halmeoni.
“Tak perlu repot. Keadaanku sudah jauh lebih baik” ujarku. “Yak, Song Sang In! Bagaimana kau bisa keluar kamarmu? Kembali tidak ke kamar?” teriak Min Hwa dari dalam rumahnya.
“Oh My God, bagaimana bisa kau punya cucu macam dia halmeoni? Aku benar – benar tak tahan kalau sampai tinggal bersamanya”
“Kalau aku menjadi dokter, mungkin aku sudah mati mengenaskan akibat mempunyai pasien sepertimu. Aku sudah mengatakan padamu untuk tak keluar kamar. Tapi lihat, apa ini” katanya menghampiri kami dan mencubit pipiku gemas.
“Lihatlah halmeoni, mana ada dokter menyiksa pasiennya seperti ini” balasku mencubit pipinya.
“Sudah sudah jangan bertengkar. Kajja kita sarapan” ajak harabeoji merangkul pundakku.

Aku diantar hingga depan rumahku. Min Hwa tiba – tiba mengerem hingga tubuhku ikut maju. Dia memicingkan matanya menatap sesuatu yang mungkin menurutnya janggal. Dia membuka mobilnya kasar dan ‘bruukkk..’ dia meninju seseorang, aku yang masih berada di dalam mobil terperangah kaget. Dan lebih kagetnya, namja yang ditinju itu adalah Kim Jong In. Aku segera berlari keluar mobil untuk melerai dua orang namja yang tengah berkelahi itu.
“Berhenti. Apa yang sedang kalian lakukan? Apa yang akan terjadi kalau sampai media tahu kejadian ini? Eoh?” tanyaku pada mereka berdua. Kulihat mereka bergantian, sepertinya mereka masih sama – sama emosi.
“Kau, ikut aku” ajakku pada Kai sambil menarik tangannya.
Min Hwa menarik tanganku, “ Aku mohon kau jangan bersamanya”
“Min Hwa, aku hanya ingin merawatnya saja. Aku benar – benar tak ingin membuat media mengejarku” kataku.
Aku masuk ke dalam rumah untuk mengambil beberapa obat untuk wajah lebam namja yang sedang di depan rumahku itu. Mobil Kai segera membawaku pergi dari sini.
“Turunlah, aku hanya akan mengobatimu setelah itu aku pergi” pintaku namun dia tetap di dalam mobilnya dengan menatapku lama sekali. Aku sedikit gugup dengan sikapnya ini. Tak kuhiraukan namja itu, aku duduk di pembatas jalan dan akhirnya aku mendengar suara pintu mobil terbuka.
Aku mulai mengobatinya, rahang pipi sebelah kirinya sedikit memar dan sudut bibirnya berdarah. Dia masih dengan setianya melihatku sedalam biasanya, hingga tangannya mulai menyentuh wajahku. “Hentikan. Kalau kau masih berani melakukannya, akan kupastikan aku akan pergi meninggalkanmu sendiri disini”. Kupikir dia akan segera menghentikan aktivitasnya namun pikiranku benar – benar meleset. Dan sekarang aku sudah berada di pelukannya, aku mencoba memberontak lepas dari pelukannya namun aku tak berkutik sama sekali.
“Song Sang In, kau harus percaya padaku. Aku tak merencanakan apapun atau berniat melukaimu. Aku juga tak tahu apa yang sedang terjadi. Aku sangat mencintaimu. Kau juga mencintaiku bukan?” ujarnya.
Aku dapat merasakan wajahku memerah kali ini. Aku merasakan pelukannya sedikit melonggar dan ini kesempatanku untuk melepaskan diriku dari pelukannya. Aku melanjutkan mengobati lukanya namun dia memegang tanganku.
“Katakan sesuatu” rahangnya mengeras dan aku tahu kali ini dia tak sabar.
Akhirnya aku angkat bicara juga. “Berhentilah mencintaiku karena kupikir perasaanmu itu sia – sia. Lukamu sudah kuobati, istirahatlah. Besok pasti sudah jauh lebih baik. Aku pergi dulu”
‘greebbb..’ dia memelukku dari belakang, membalikkan badanku dan chu~ dia menciumku bibirku lembut sekali hingga aku terbawa suasana dan menjatuhkan kotak obatku ke tanah. Bibir kami saling bertautan dan ini membuat kami memanjakan bibir yang sedang dikecupnya ini hingga tanpa terasa kedua lenganku merangkul leher Kai untuk menikmatinya lebih dalam lagi sedangkan tangannya memeluk pinggangku erat. Pikirku dia ingin mengakhiri ciuman kami saat dia menjauhkan wajahnya dari wajahku namun ternyata dia hanya ingin melihat wajahku sekilas dan menciumku lagi.
Seperti biasa, wajahku kembali memerah. Dia tertawa geli melihatnya hingga menciumku pipiku berkali – kali. “Berhentilah menciumku. Kau akan membuat pipiku akan terus memerah? Eoh? Kajja kita pulang. Aku yakin eomma kali ini akan membunuhku” ujarku. “Dan kali ini aku yang akan menjelaskan semuanya kepada eommamu. Aku serius” balasnya. “Anio, tak perlu. Aku perlu waktu untuk menceritakan pada eomma. Aku harus pelan – pelan dalam menceritakannya agar eomma mengerti. Arra?”. Dia tak menyahut, hanya memandang lurus jalan di depannya.
“Yak, apa yang terjadi dengan nomormu? Aku menghubungimu sampai aku hampir gila tapi tetap saja tak aktif” teriaknya.
“Nomorku ganti”
“Yak yak, kau bicara seperti itu dan sepertinya menganggap hal ini remeh. Kenapa ganti nomor?” teriaknya lagi.
“Ponselku hilang saat malam itu dan Min Hwa menggantinya dengan yang baru” jawabku.
“Kemarikan ponselmu. Sepertinya laki – laki itu sudah bertindak” ujarnya sambil mengirim nomorku padanya.
“Maksudmu bertindak? Aku tak mengerti” ujarku pura –pura bodoh.
“Chagiya, kau pura – pura bodoh atau memang tak tahu, eoh? Apa dia tak pernah mengatakannya padamu? Sebenarnya namja itu menyukaimu jauh dari perkiraanmu, kau tahu?” jelasnya.
‘glekk.. sial, namja ini benar – benar sangat peka. Dia menyadari kalau sebenarnya Min Hwa menyukaiku’ gumamku.
“Dan kau juga menyukainya, tapi itu dulu jauh sebelum kau bertemu denganku. Benar bukan?”
“Jangan terlalu percaya diri Tuan Kim. Aku selalu bersamamu bukan berarti itu artinya aku menyukaimu” jawabku optimis.
“Apa aku harus melumat bibirmu lagi dan membuat pipimu ini merah? Eoh?” evil smirk-nya muncul kembali, dia selalu menang dariku. Aku mendengus sebal.


Apa ini artinya hubungan mereka kembali membaik? Apakah mereka tidak akan mempertanyakan status hubungan mereka? Apakah orang tua mereka akan menyetujui hubungan Kim Jong dan Song Sang In? Dan apakah Min Hwa akan memperjuangkan atau mundur dari cintanya terhadap Sang In?

0 komentar:

Posting Komentar

 

Eucliwood hellscythe Theme | Copyright © 2012 All About EXO, All Rights Reserved. Design by Djogzs, | Johanes djogan